makalah qurdist
Makalah
Hadits Tentang Berlaku Adil
MAKALAH QUR’AN HADITS
“HADITS TENTANG BERLAKU ADIL”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Islam
adalah agama yang benar, agama yang paling sempurna di antara agama samawi yang
diturunkan Allah SWT. kesmpurnaannya dapat dilihat dari syariatnya, tidak ada
satu sendi kehidupan pun melainkan semua itu telah terliputi oleh hukum atau
syariat Islam, termasuk dalam keadilan.
Keadilan
dalam Islam meliputi semua hal, mulai pada diri sendiri, dalam kehidupan rumah
tangga, masyarakat hingga kehidupan bernegara. Keadilan dalam Islam bukanlah
keadilan yang dibuat-buat atau hasil pemikiran manusia, melainkan berlandaskan
Al-Qur’an yang telah diturunkan oleh Allah Rabb semesta alam baik dalam
Al-Qur’an maupun yang ilhamkan kepada manusia pilihan Allah, Muhammad
Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam (Al-Hadits).
1.2.
Rumusan
Masalah
a.
Apa pengertian adil?
b.
Bagaimana konsep keadilan dalam Islam?
c.
Bagaimana penegakan dan standar keadilan itu?
d.
Apa keutamaan berbuat adil?
e.
Sebutkan hadits tentang berlaku adil!
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Adil
Berasal dari bahasa Arab yang berarti berada
di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna
suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang
yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum
positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dalam Al
Quran, kata ‘adl disebut juga dengan qisth (QS Al Hujurat:9)[1][1].
Dengan demikian, orang yang adil selalu
bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran.
Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun agama.
Keberpihakan karena faktor-faktor terakhir—bukan berdasarkan pada kebenaran–
dalam Al Quran disebut sebagai keberpihakan yang mengikuti hawa nafsu dan itu
dilarang keras (QS An Nisa’ 4:135). Dengan sangat jelas Allah menegaskan bahwa
kebencian terhadap suatu golongan, atau individu, janganlah menjadi pendorong
untuk bertindak tidak adil (QS Al Maidah:8).
Sebagian ulama berpendapat bahwa: “Orang yang adil itu ialah orang yang jika marah,
kemarahannya itu tidak menjerumuskannya kepada kebatilan. Dan apabila ia
senang, kesenangannya itu tidak mengeluarkannya dari kebenaran." [2][2]
Mengapa Islam menganggap sikap adil itu
penting? Salah satu tujuan utama Islam adalah membentuk masyarakat yang
menyelamatkan; yang membawah rahmat pada seluruh alam –rahmatan lil alamin (QS
Al Anbiya’:107). Ayat ini memiliki sejumlah konsekuensi bagi seorang muslim:
Pertama, seorang muslim harus bersikap adil
dan jujur pada diri sendiri, kerabat dekat , kaya dan miskin. Hal ini terutama
terkait dengan masalah hukum (QS An Nisaa’:135).
Penilaian, kesaksian dan keputusan hukum
hendaknya berdasar pada kebenaran walaupun kepada diri sendiri, saat di mana berperilaku
adil terasa berat dan sulit.
Kedua, keadilan adalah milik seluruh umat
manusia tanpa memandang suku, agama, status jabatan ataupun strata sosial. Oleh
karena itu, seorang muslim wajib menegakkan keadilan hukum dalam posisi apapun
dia berada; baik sebagai hakim, jaksa, polisi maupun saksi.
Ketiga, di bidang yang selain persoalan
hukum, keadilan bermakna bahwa seorang muslim harus dapat membuat penilaian
obyektif dan kritis kepada siapapun. Mengakui adanya kebenaran, kebaikan dan
hal-hal positif yang dimiliki kalangan lain yang berbeda agama, suku dan bangsa
dan dengan lapang dada membuka diri untuk belajar (QS Yusuf: 109) serta dengan
bijaksana memandang kelemahan dan sisi-sisi negatif mereka. Pada saat yang
sama, seorang muslim dengan tanpa ragu mengkritisi tradisi atau perilaku
negatif yang dilakukan umat Islam.
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa
seorang individu muslim yang berperilaku adil akan memiliki citra dan reputasi
yang baik serta integritas yang tinggi di hadapan manusia dan Tuhan-nya.
Karena, sifat dan perilaku adil merupakan salah satu perintah Allah (Qs
Asy-Syura 42:15) dan secara explisit mendapat pujian (QS Al-A’raf: 159).
Perilaku adil, sebagaimana disinggung di
muka, merupakan salah satu tiket untuk mendapat kepercayaan orang; untuk
mendapatkan reputasi yang baik. Karena dengan reputasi yang baik itulah kita
akan memiliki otoritas untuk berbagi dan menyampaikan nilai-nilai kebaikan dan
kebenaran dengan orang lain (QS Ali-Imran:104). Tanpa itu, kebaikan apapun yang
kita bagi dan sampaikan hanya akan masuk ke telinga kiri dan keluar melalui
telinga kanan. Karena, perilaku adil itu identik dengan konsistensi antara
perilaku dan perkataan (QS As Saff: 3).
2.2. Konsep Keadilan dalam Islam
2.2.1. Keadilan intelektual (al-‘adl al-fikri).
Yaitu
pemikiran seseorang yang berani menyatakan bahwa sesuatu sebagai kebenaran atau
kesalahan yang secara objektif karena memang benar atau salah, bukan karena
pertimbangan subjektif dan tendensial lain.
2.2.2. Keadilan terhadap diri sendiri.
Menegakkan
keadilan pada diri sendiri itu hendaklah berani mengakui kesalahan dirinya
sendiri dan bersedia menerima akibat daripada kesalahan tersebut. Keadilan pada
diri sendiri itu dapat dipelihara apabila seseorang itu mempunyai ilmu tentang
yang benar (hak) dan yang salah (batil).
2.2.3. Adil
kepada orang lain.
Keadilan
kepada orang lain artinya menyempurnakan hak mereka dan melaksanakan hukum
secara saksama antara mereka, membela orang yang teraniaya dan menghukum orang
yang bersalah. Ini berdasarkan ayat Al-Quran An Nahl Ayat 90, Artinya: Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran. Sabda
Nabi : “(hakim) itu ada tiga jenis
; dua daripadanya masuk ke Neraka dan satu daripadanya masuk ke Syurga. Lelaki
(hakim) yang tahu perkara yang benar, lalu ia menghukum berlandaskan kebenaran
tersebut, maka ia masuk ke Syurga. Dan lelaki (hakim) yang tidak tahu perkara
yang benar, lalu ia menjalankan hukuman atas kejahilannya, maka ia masuk ke
Neraka.”
2.2.4. Berlaku adil kepada makhluk lain.
Artinya dapat menempatkan pada tempat yang sesuai,
misalnya adil pada binatang, harus menempatkannya pada tempat yang layak
menurut kebiasaan binatang tersebut. Jika memelihara binatang harus disediakan
tempat dan maka nannya yang memadai. Jika binatang itu akan dimanfaatkan untuk
kendaraan atau usaha pertanian, hendaknya dengan cara yang wajar, jangan member
beban yang malampaui batas. demikian pua jika hendak dimakan, maka hendaklah
disembelih dengan cara yang telah ditentukan oleh ajaran agama, dengan cara
yang baik yang tidak menimbulkan kesakitan bagi binatang itu. Menjaga
kelestarian lingkungan juga termasuk berbuat adil kepada makhluk lain.
Bentuk lain adil adalah Tawazun (keseimbangan) meliputi fisik, akal,
dan ruhani. Sabda Nabi yang artinya: “Berlaku
adillah walaupun ke atas diri kamu (sendiri).”
2.3. Penegakan Dan Standar Keadilan
Berlaku adil memerlukan kejelian dan ketajaman, di
samping mutlak adanya mizan (standar) yang dipergunakan untuk
menilai keadilan atau kezaliman seseorang. Mizan keadilan dalam Islam adalah Al
Qur’an. Firman
Artinya: “Allah-lah yang menurunkan kitab
dengan membawa kebenaran dan menurunkan neraca (keadilan)” (QS. Asy-Syuraa:
17)
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus
rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan
bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan
berbagai manfaat bagi manusia”.(QS.Al-Hadiid: 25)
Rasyid Ridla, dalam Tafsir al Manar menjelaskan ayat
ini dengan mengatakan :
“Sebaik-baik orang adalah orang yang
bisa berhenti dari kezaliman dan permusuhan dengan hidayah Al Qur’an, kemudian
orang yang berhenti dari kezaliman karena kekuasaan (penguasa) dan yang paling
buruk adalah orang yang tidak bisa diterapi kecuali dengan kekerasan. Inilah
yang dimaksudkan dengan al Hadid (besi)”.
Kesalihan dunia ini hanya bisa ditegakkan dengan Al
Qur’an yang telah mengharamkan kezaliman dan pengrusakan-pengrusakan lainnya.
Sehingga manusia menjauhi kezaliman itu karena rasa takutnya kepada murka Allah
di dunia dan akhirat, di samping untuk mengharapkan balasan/ganjaran dunia
akhirat. Kemudian dengan keadilan hukum yang ditegakkan penguasa untuk membuat
jera umat manusia dari dosa.
2.4. Keutamaan Berbuat Adil
Keutamaan berbuat adil adalah:
a.
Terciptanya rasa aman, tenang dan tentram dalam jiwa dan ada rasa khawatir
kepada orang lain, karena tidak pernah melakukan perbuatan yang merugikan atau
menyakiti orang lain.
b.
Membentuk pribadi yang dapat melaksanakan kewajiban dengan baik, taat dan
patuh kepada Allah SWT, melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya.
c.
Menciptakan ketenteraman dan kerukunan hidup, hubungan yang harmonis dan
tertib dengan orang lain.
d.
Dalam memanfaatkan alam sekitar untuk kemasyalatan dan kebaikan hidup di
dunia dan di akhirat.
2.5. Hadits Tentang Berlaku Adil
Hadits ke – 1:
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin
‘Ash Radhiyallahu ‘anhu
berkata: Bersabda Rasulullah Shalallahu‘alaihi
wassalam: Sesungguhnya mereka-mereka yang berbuat adil di sisi
Allah Ta’ala, kelak mereka akan berada di atas mimbar dari cahaya, dari tangan
kanan Allah ArRahman ‘Azza wa Jalla. Dan kedua tangan Allah Ta’ala adalah
kanan. Mereka adalah orang-orang yang adil dalam menghukumi sesuatu bahkan
terhadap keluarga mereka sendiri, juga terhadap orang-orang yang mereka pimpin.
(Hr. Imam Muslim)
Hadits ke – 2:
مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ
إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
Artinya: “Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih
cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam
keadaan sebagian tubuhnya miring.”
Takhrij Hadits Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (no.
2133), an-Nasa’i (2/157), Tirmidzi (1/213), ad-Darimi (2/143), Ibnu Majah
(1969), Ibnu Abi Syaibah (2/66/7), Ibnul Jarud (no. 722), Ibnu Hibban (no.
1307), al-Hakim (2/186), al-Baihaqi (7/297), ath-Thayalisi (no. 2454), dan
Ahmad (2/347, 471) melalui jalur Hammam bin Yahya, dari Qatadah,
dari an-Nadhr bin Anas, dari Basyir bin Nuhaik, dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhuma
Hadits ke – 3:
Dalam memutuskan perkara, keadilan mesti menjadi landasan
berpijak. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda:
إِذَا حَكَمْتُمْ فَاعْدِلُوْا
Artinya: “Apabila kalian memutuskan hukum maka bersikaplah adil!” (Dinyatakan hasan oleh
al-Albani dalam ash-Shahihah [no. 469])
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berasal dari bahasa Arab yang berarti berada
di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna
suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang
yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum
positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku.
Konsep keadilan dalam Islam yaitu:
a.
Keadilan Intelektual
b.
Keadilan Terhadap Diri Sendiri
c.
Adil Kepada Orang Lain
d.
Berlaku Adil Kepada Makhluk Lain.
Berlaku adil
memerlukan kejelian dan ketajaman, di samping mutlak adanya mizan
(standar) yang dipergunakan untuk menilai keadilan atau kezaliman seseorang.
Mizan keadilan dalam Islam adalah Al Qur’an. Dengan bersikap adil akan tercipta
keharmonisan dalam kehidupan.
3.2. Saran
Sebagai seorang muslim kita harus taat
menjalankan apa yang telah disyariatkan oleh agama tanpa pengecualian termasuk
untuk berbuat adil dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Qayyim.
1990. Risalah Tabukiyah , (Tahqiq
Abu Abdirrahman Aqil bin Muhammad bin Zaid Al-Muqthiri Al-Yamani, cet. Ke-1).
Yaman: Maktabah Dar Al-Quds
Soeyoeti, Drs. H Zarkowi. 1995/1996. Pendidikan Agama Islam Untuk Smu.
Jakarta: Direktora jendral Pembina kelembagaan agama Islam
Komentar
Posting Komentar