Sejarah ketanakerjaan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketenagakerjaan merupakan masalah ketatanegaraan dan kependudukan yang tak henti-hentinya diperdebatkan bahkan dari hari ke hari atau bulan kebulan terus mengisi lembaran- lembaran perjalanan kehidupan bangsa Indonesia ini. Jika diperhatikan masalahnya sudah mendekati kebobrokan, yang berujung pada krisis kepercayaan sehingga pihak manapun tidak berdaya mengatasinya baru sebatas retorika belaka.
Masalah kependudukan selalu berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan. Salah satu contoh adalah tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akan berpengaruh juga pada tingginya penyediaan (supply) tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja yang tinggi tanpa diikuti penyediaan kesempatan kerja yang cukup akan menimbulkan pengangguran dan setengah pengangguran.
Dari pemaparan diatas bahwa sanya ketenagakerjaan dan kependudukan memang tidak lepas dari segala bentuk perbincangan dari tiap hari minggu ataupun bulan.  Maka dengan begitu kami mengususng untuk memeberikan penjelasan bagaimana sejarah ketenaga kerjaan dan kependudukan itu terjadi dan bermula sehingga kami dapat mengetahui awal akar dari semua permasalahan dan kebijaakan yang terjadi mana kita membahasn dan mengupas bagaimana sejarahanya.
Selain daripada tugas terstruktur ini  semoga pemaparan matri melalui karya tulis ilmiah dalam bentuk makalah dapat bermanfaat. Sehingga dapat mendorong kami untuk terus berkarya dan membahas berbagai masalah baik itu dari padangan sejarah ataupun analisis fakta yang terjadi pada masanya.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami paparkan dalam makalah ini yakni:
1. Bagaimana Sejarah, Kebijakan Dan Kelembagaan Ketenagakerjaan ?
2. Bagaimana Sejarah, Kebijakan Dan Kelembagaan Kependudukan ?
C. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur dari mata kuliah Ekonomi Ketenagakerjaan dan Kebijakan Industri, selain itu juga makalah ini bertujuan untuk memberikan suatu pemaparan yang lebih jelas mengenai Sejarah Ekonomi Ketenagakerjaan dan Kependudukan.
.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah, Kebijakan dan Kelembagaan Ketenagakerjaan
1. Sejarah Ketenagakerjaan
Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merumuskan pengertian istilah Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Di atas telah disinggung sedikit tentang pengertian tenaga kerja pada bagian ini akan kembali dijelaskan bahwa menurut UU 13 Tahun 2003 Tenaga kerja adalah : “setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”
Persoalan ketenagakerjaan di Indonesia bisa dipelajari berdasarkan kekuasaan politik yang melatarbelakanginya. Setidaknya ada tiga era waktu yang dapat dipakai untukmeninjau pengelolaan tenaga kerja di Indonesia. Selain itu, meski terjadi pergantian kekuasaan politik, secara sederhana persoalan ketenagakerjaan di Indonesia berputar pada persoalan lapangan kerja formal dan informal. Sebanyak hampir 70 persen penduduk usia produktif di Indonesia bekerja di ekonomi informal dan lapangan kerja terbesar berada di sektor pertanian, yakni sekitar 40 persen .
a. Era Pasca-Kemerdekaan
Era ini ditandai dengan diratifi kasinya sejumlah Konvensi ILO oleh pemerintah Indonesia. Sejumlah undang-undang juga lahir sebagai bentuk ratifi kasi dari konvensi tersebut. Secara umum, peraturan ketenagakerjaan yang ada pada masa ini cenderung memberi jaminan sosial dan perlindungan kepada buruh. Ini dapat dilihat dari beberapa peraturan di bidang perburuhan yang diundangkan pada masa ini. Sumbangan bagi keberhasilan mencapai kemerdekaan pada masa revolusi fi sik (1945-1949), menjamin gerakan buruh mendapat tempat atau posisi yang baik setelah Indonesia mendapatkan kemerdekaannya. Hal ini tampak khususnya dalam pembuatan kebijakan dan hukum perburuhan di Indonesia .
Dengan demikian, tidaklah mengherankan jika pada masa awal kemerdekaan Indonesia ada beberapa peraturan hukum perburuhan yang bisa disebut progresif atau maju, dalam arti sangat protektif atau melindungi kaum buruh. Pada 19 September 1945 terbentuklah Barisan Buruh Indonesia (BBI) dengan tujuan ikut serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Karena tujuannya bersifat umum, semua serikat buruh dianggap menjadi anggota BBI.
Pada tahun 1950-an lahir sekitar 150 serikat buruh di tingkat nasional, ratusan serikat buruh lokal dan tujuh federasi serikat buruh. Dasar dan asasnya beraneka ragam, tetapi program dan kegiatannya dititikberatkan di bidang politik sehingga melupakan tugas utamanya membela dan memajukan kepentingan umum buruh. Dalam masa liberal tersebut, jumlah partai politik berkembang dengan pesat. Banyak partai politik ikut mendirikan serikat buruh sebagai onderbouw dengan maksud mengumpulkan jumlah anggota sebanyak-banyaknya guna memperoleh suara dalam pemilihan umum 1955. Itu dimungkinkan dengan keluarnya Peraturan Menteri Perburuhan No. 90 Tahun 1955 tentang Pendaftaran Serikat Buruh yang sifatnya liberalistik. Menurut peraturan tersebut, pendirian serikat buruh syaratnya sangat ringan, cukup memiliki anggaran dasar, susunan pengurus dan daftar nama anggota tanpa ketentuan minimumnya, seperti jumlah anggota, luas wilayah atau perangkat organisasi.
Pada masa setelah itu, disahkanlah Undang-Undang No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan. Undang-undang itu mengakui keberadaan serikat buruh dalam pembuatan perjanjian perburuhan. Selain itu, juga disahkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Dengan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1958, undang-undang perjanjian perselisihan itu dinyatakan mulai berlaku sejak 1 Juni 1958. Kasus yang muncul dalam perselisihan buruh sebagian besar masih merupakan perselisihan normatif dan berkaitan dengan upah.
Berikut adalah beberapa peraturan atau undang-undang ketenagakerjaan di masa pemerintahan Soekarno, 1945 sampai dengan 1966 :
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang Kerja 1948 No. 12 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia;
2. Undang-Undang No. 3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan 1948 No. 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia;
3. Undang-Undang No. 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja;
4. Undang-Undang No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan;
5. Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
6. Undang-Undang No. 18 Tahun 1956 tentang Ratifi kasi Konvensi ILO No. 98 mengenai Dasar-dasar dari Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama; dan
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 1964 tentang PHK di Perusahaan Swasta.

b. Era Pra Reformasi
Era ini diawali dengan terjadinya perubahan kekuasaan politik pada pertengahan 1960-an, yang dikenal sebagai era Pemerintahan Orde Baru. Masalah yang dihadapi Indonesia pada tahun 1966 dan 1967 cukup berat, terutama dalam hal penciptaan kesempatan kerja. Pada era ini pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap 1 telah dimulai. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I telah dimulai dengan melakukan berbagai usaha jangka pendek di bidang tenaga kerja dan penciptaan kesempatan kerja. Usaha-usaha jangka pendek ini, yang sekaligus merupakan pelaksanaan Ketetapan MPRS No. 28 Tahun 1966, terutama ditujukan pada sasaran-sasaran kegiatan sebagai berikut:
1. Usaha-usaha untuk menciptakan kesempatan kerja (mengurangi pengangguran dan menampung pertambahan tenaga kerja);
2. Pembinaan dan penyediaan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup dan keahlian yang diperlukan sesuai dengan perkembangan dalam kegiatan ekonomi dan penyediaan kesempatan kerja; dan
3. Peningkatan dan perbaikan hubungan perburuhan serta jaminan sosial.
Proyek Padat Karya merupakan suatu program yang bertujuan untuk menampung sebanyak mungkin penganggur dan setengah penganggur dengan menggunakan modal yang relatif kecil. Melalui kegiatan ini berhasil dimanfaatkan tenaga penganggur dan setengah penganggur dalam usaha-usaha peningkatan sarana-sarana ekonomi seperti perbaikan terasering, penghijauan, jalan desa dan saluran tersier. Para pekerja yang mengikuti kegiatan Proyek Padat Karya mendapat imbalan jasa berupa bahan pangan. Sejak 1972/1973, di samping imbalan jasa berupa bahan pangan tersebut, diberikan pula imbalan jasa berupa uang. Kecuali itu, diberikan pula bantuan langsung kepada proyek berupa biaya pembelian bahan-bahan dan peralatan kerja yang sangat dibutuhkan. Program-program semacam ini cukup mampu menampung angkatan kerja yang saat itu menganggur. Pada 1972, misalnya, program ini mampu menyerap 435 ribu tenaga kerja.
Peraturan dan perundangan ketenagakerjaan yang disusun dan diundangkan sepanjang era ini adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, undangundang ini membebankan secara langsung kewajiban-kewajiban untuk usaha pencegahan kecelakaan (keselamatan kerja) pada tempat-tempat kerja maupun para pekerjanya
3. Undang-Undang No. 2 Tahun 1971 tentang Kecelakaan Kerja, jaminan kecela-kaan kerja ikut diatur di dalam undang-undang ini; dan
4. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Memasuki masa Pembangunan Lima Tahun II, secara perlahan mulai terlihat ada perubahan cara pemerintah menangani sistem ketenagakerjaan. Ada beberapa hal yang menonjol seperti:
a. Kebijakan industrialisasi yang dijalankan pemerintah Orde Baru juga mengimbangi kebijakan yang menempatkan stabilitas nasional sebagai tujuan dengan menjalankan industrial peace khususnya sejak awal Pelita III (1979-1983), menggunakan sarana yang diistilahkan dengan HPP (Hubungan Perburuhan Pancasila).
b. Serikat pekerja ditunggalkan dalam SPSI (lihat di bawah). Kendati Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang No. 18 Tahun 1956 tentang Ratifi kasi Konvensi ILO No. 98 Tahun 1949 mengenai Pelaksanaan Prinsip-prinsip dari Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama, serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. 8/EDRN/1974 dan No. 1/MEN/1975 perihal Pembentukan Serikat Pekerja/Buruh di Perusahaan Swasta dan Pendaftaran Organisasi Buruh, kebebasan berserikat tidak sepenuhnya dilaksanakan pemerintah pada saat itu.
c. Peran militer dalam praktiknya sangat besar, misalnya dalam penyelesaian perselisihan perburuhan.

c. Era Reformasi
Era ini dimulai dari gerakan reformasi pada 1998 sebagai reaksi terhadap krisis ekonomi, kondisi sosial dan politik yang diakibatkan karena berbagai sebab yang kompleks, termasuk membengkaknya utang luar negeri, kredit perbankan yang tidak terkendali, pemusatan kekuasaan eksekutif, kolusikorupsi- nepotisme (KKN), ekonomi biaya tinggi, dan konglomerasi usaha. Selain itu, reformasi juga didorong semangat deregulasi, privatisasi, liberalisasi ekonomi pasar, makin tingginya kesadaran akan hak-asasi manusia dan tuntutan demokratisasi .
Puncak gerakan reformasi terjadi pada 21 Mei 1998 dengan berhentinya Presiden Soeharto, yang berarti berakhirnya era Orde Baru. Wakil Presiden BJ Habibie yang disumpah sebagai presiden segera membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan dan menyusun agenda reformasi. Sidang Istimewa MPR 1999 kemudian menghasilkan 12 ketetapan yang reformis, termasuk pokok-pokok reformasi pembangunan; pembersihan dan pembebasan KKN; pengajuan jadwal pemilihan umum; hak asasi manusia; perimbangan keuangan pusat dan daerah; dan politik ekonomi dalam demokrasi ekonomi.
Berikut adalah sejumlah tonggak dalam sejarah ketenagakerjaan di Indonesia dalam era ini :
a. Pemerintahan BJ. Habibie (1998-1999)
1. Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998 yang mengesahkan Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi;
2. Meratifi kasi Konvensi ILO No 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk diperbolehkan Bekerja yang memberi perlindungan terhadap hak asasi anak dengan membuat batasan usia untuk diperbolehkan bekerja melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 1999; dan
3. Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia Tahun 1998-2003 yang salah satunya diwujudkan dengan mengundangkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM.
b. Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001)
Dilihat dari peraturan ketenagakerjaan yang dihasilkan, pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dinilai memperbaiki iklim demokrasi. Ini juga tercermin di sector ketenagakerjaan yang di zamannya dikeluarkan Undang- Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

c. Pemerintahan Megawati Soekarno Putri (2001-2004)
1. Peraturan ketenagakerjaan yang dihasilkan sangat fundamental yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menggantikan sebanyak 15 peraturan ketenagakerjaan, sehingga undang-undang ini merupakan payung bagi peraturan lainnya;
2. Undang-undang yang juga sangat mendasar lainnya adalah Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang disahkan pada 14 Januari 2004 dan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri; dan
3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

d. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009)
1. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang efektif diberlakukan sejak 14 Januari 2006;
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2008 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 185 mengenai Dokumen Identitas Pelaut Tahun 1958;
3. Undang-Undang No. 29 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian;
4. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifi kasi Profesi;
5. Keputusan Presiden No. 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan;
6. Peraturan Presiden No. 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Produktivitas Nasional;
7. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2005 tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit;
8. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan
9. Pemerintah No. 8 Tahun 2005 tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerjasama Tripartit;
10. Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional; dan
11. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2007 tentang Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan Penyusunan serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja.
12. Inti dari berbagai undang-undang dan peraturan yang diundangkan sepanjang masa pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut adalah mempersiapkan kelembagaan, sistem dan tenaga kerja dalam menghadapi pasar kerja yang fl eksibel, terutama dalam era perdagangan bebas.

B. Lembaga Kerjasama Tripartit Ketenagakerjaan
Dalam hubungan industrial seringkali ditemui perselisihan antara kalangan pengusaha dan pekerja. Untuk menjembatani kepentingan, diperlukan keberadaan Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit. LKS Tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur pemerintah, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi; organisasi pengusaha; dan serikat pekerja/serikat buruh .
a. Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Badan pemerintah yang mengurusi tenaga kerja ini pertama kali didirikan pada 3 Juli 1947, setelah sebelumnya berada di dalam Kementerian Sosial sejak Indonesia merdeka. Di awal Orde Baru, 1966, nama kementerian ini berganti menjadi Departemen Tenaga Kerja. Pada masa Kabinet Pembangunan II, 1974-1979, namanya berubah seiring dengan fungsi yang diembannya menjadi Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi. Lima tahun kemudian unsur Koperasi dipisahkan, sehingga antara 1979-1984 namanya menjadi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kemudian pada masa Kabinet Pembangunan IV, 1984-1989, departemen ini dipisah menjadi Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Transmigrasi. Keduanya baru digabungkan kembali pada 22 Februari 2001.
b. Asosiasi Pengusaha Indonesia
Akibat meningkatnya isu-isu perburuhan di era pascakemerdekaan, kalangan majikan merasa perlu berhimpun dalam satu wadah, sebagai forum berkomunikasi, baik demi kepentingan para pengusaha, maupun demi kesejahteraan buruh serta kepentingan pemerintah Prakarsa membuat organisasi ini datang dari kalangan perusahaan Belanda, maka awalnya diberi nama “Centraal Sticting Sociaal Economische Zaken van Werkgevers’ overleg (CSWO). Ini kemudian diganti menjadi ‘’Badan Permusyawaratan Urusan Sosial Pengusaha Seluruh Indonesia” yang berbentuk yayasan pada 31 Januari 1952. Itulah hari lahirnya Asosiasi Pengusaha Indonesia. kepada pemerintah tentang
Pada 7 Juli 1970 bentuk yayasan organisasi ini diganti menjadi Badan Permusyawaratan Urusan Sosial Ekonomi Pengusaha Seluruh Indonesia, untuk pertama kalinya disingkat PUSPI. Kemudian pada 24 Nopember 1977, nama lembaga ini diperpendek menjadi Permusyawaratan Sosial Ekonomi Pengusaha Seluruh Indonesia dan tetap disingkat PUSPI. Pada 16 Januari 1982 kata ‘’Permusyawaratan’’ diganti dengan ‘’Perhimpunan’’. Akhirnya pada 31 Januari 1985 bertepatan dengan Musyawarah Nasional ke-2 di Surabaya, nama ‘Perhimpunan Urusan Sosial Ekonomi Pengusaha Indonesia diubah menjadi Asosiasi Pengusaha Indonesia’ yang disingkat Apindo.



c. Konfederasi Serikat Pekerja
Organisasi serikat pekerja atau buruh dideklarasikan pada 20 Februari 1973 melalui Deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia, lahirlah FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia). Pada 1985, dengan diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 tentang Azas Tunggal, FBSI mengubah bentuk organisasi dari Federasi menjadi Unitaris (kesatuan), namanya menjadi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Bentuk unitaris ini ditentang ILO, pemerintah Indonesia dianggap mengekang kebebasan berserikat pekerja. Pada 1992 sejumlah aktivis perburuhan mendirikan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), yang secara legal tidak diakui pemerintah. Sedangkan SPSI, pada 1994, melakukan restrukturisasi organisasi dengan mengubah bentuk Unitaris menjadi Federasi, dan SPSI menjadi Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (F.SPSI). Menjelang Konferensi ILO Juni 1998, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 5 Tahun 1998 yang memungkinkan berdirinya serikat pekerja di luar SPSI. Dampaknya sangat besar. Keberadaan SBSI diakui pemerintah. Di tahun yang sama, dalam Kongres Persatuan Guru Indonesia (PGRI) XVIII di Lembang dihasilkan keputusan PGRI juga merupakan organisasi ketenagakerjaan. Artinya kembali sebagai serikat pekerja guru. Menjelang diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh, bentuk organisasi F.SPSI berubah menjadi KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Namun, KSPSI malah terpecah dua. Pada 1 Februari 2003, PGRI bersama-sama 13 serikat pekerja/serikat buruh independen nonparpol membentuk Kongres Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Belakangan namanya menjadi Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia. Pada tahun yang sama, SBSI berubah nama menjadi Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI). Data resmi terakhir menyebutkan, per Juni 2007, tercatat ada empat konfederasi, yakni KSPSI Pasar Minggu; KSPSI Kalibata; KSBSI; dan KSPI; 86 federasi, dan belasan ribu serikat pekerja/serikat buruh tingkat pabrik.



B. Sejarah, Kebijakan Dan Kelembagaan Kependudukan
1. Sejarah Kependudukan
Ilmu kependudukan atau lebih dikenal sebagai ilmu demografi telah berkembang sejak tiga abad yang lalu. John Graunt, seorangpedagang pakaian yang hidup pada abad ke-17 di London. Dalam bukukarya peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UniversitasIndonesia (2000: 2) menuliskan Graunt pertamakali melakukan analisisdata kelahiran dan kematian, dan dari hasil analisisnya dikemukakanbatasan-batasan umum tentang kematian (mortality), kelahiran (fertility), migrasi dan perkawinan dalam hubungannya dengan proses penduduk .
Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 teorikependudukan semakin berkembang serta semakin ilmiah dan humanisdalam menyampaikan penemuan baru. Tokoh baru penemu teori kependudukan tersebut antara lain :
a. John Stuart Mill
Ilmuwan ini menguatkan pendapat Malthusdengan mengatakan pada situasi tertentu manusia dapatmempengaruhi perilaku demografinya, serta apabila produktivitas (aktivitas) seseorang tinggi dia cenderung ingin mempunyai keluargayang kecil.
b. Emile Durkheim
Durkheim lebih menekankan perhatiannyapada akibat terjadinya laju pertumbuhan penduduk yangtinggi. Diamengatakan dalam wilayah dengan angka kepadatan penduduk yangtinggi, maka akan timbul persaingan di antara penduduk untuk dapatmempertahankan hidup.
Kemajuan pesat dalam perkembangan jumlah manusia paralel dengan penemuan-penemuan besar yaitu penemuan sistem pertanian, mulai kehidupan perkotaan dan perdagangan, pengendalian kekuatan-kekuatan non-manusiawi, dan revolusi teknologi.
Perkembangan penduduk yang cepat sedang terjadi di negara-negara berkembang. Di kawasan negara-negara berkembang tidak saja menonjol ciri reit perkembangan penduduk yang cepat, tetapi juga di kawasan tersebut dijumpai sejumlah negara-negara raksasa ditinjau dari segi jumlah penduduk. 
a. Perkembangan Penduduk Jawa Abad Ke-19 
Indonesia, sekali pun untuk Jawa, informasi atau data demografi abad ke-19 yang tersedia sangat terbatas. Bahkan informasi yang sangat dasar seperti angka-angka jumlah penduduk sering merupakan sumber perdebatan. Para ahli pada umumnya berpendapat adanya under enumeration bagi angka-angka jumlah penduduk resmi awal abad ke-a19. Namun angka-angka tersebut seperti angka "sensus" Raffles masih dipandang bermanfaat. Bahkan ada penulis-penulis yang walaupun mengakui angka Raffles terlalu rendah sebagai penduduk Jawa di permulaan abad ke-19, telah mengambil data "sensus" Raffles tersebut sebagai starting point .
Breman berpendapat bahwa angka-angka pertambahan penduduk Jawa pada abad ke-19 atas dasar angka-angka resmi lebih tinggi daripada kenyataan yang sesungguhnya walaupun dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya dan dengan masyarakat praindustri lainnya, Jawa mengalami pertambahan penduduk yang sangat cepat.
Alasan-alasan terpenting yang umumnya dikemukakan untuk menerangkan perkembangan penduduk cepat di Jawa berkisar pada:
1. Terjadinya perbaikan tingkat hidup dari penduduk pribumi;
2. Meluasnya pelayanan kesehatan; kongkritnya adalah introduksi vaksinasi cacar; dan
3. Perwujudan ketertiban dan perdamaian oleh pemerintah Belanda. 
Perkembangan penduduk dihubungkan dengan meningkatnya pengaruh sistem pemerintah kolonial Belanda terhadap berbagai lapangan kehidupan. Ungkapan-ungkapan seperti ekspansi statis dan kemiskinan berbagi,  patut pula disebut dalam rangka memahami perkembangan penduduk di Jawa.
b. Penduduk Indonesia di Abad ke-20
Dalam zaman sebelum Indonesia sebelum merdeka, pengumpulan data jumlah penduduk yang lebih seksama mencakup seluruh wilayah Indonesia dilaksanakan untuk pertama kali pada tahun 1920 yang dikenal sebagai Sensus Penduduk 1920. Sesudah itu berlangsung lima kali pengumpulan data penduduk melalui sensus yaitu satu kali sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1930, dan empat kali setelah Indonesia merdeka masing-masing pada tahun 1961, 1971, 1980, dan 1990. Data jumlah penduduk dari keempat sumber ini cukup dapat dipercaya.
Dalam masa 60 tahun terakhir antara 1930-1990 jumlah penduduk Indonesia hampir menjadi tiga (3) kali lipat. Suatu percepatan perkembangan penduduk telah terjadi di Indonesia dalam jangka waktu lima (5) dekade terakhir hingga tahun 1980. Namun pada periode 1980-1990 reit perkembangan penduduk Indonesia secara keseluruhan telah menurun menjadi sekitar 2,0 persen per tahun. Reit perkembangan penduduk tahunan yang sedang berlangsung dewasa ini lebih rendah di Jawa dibandingkan dengan kebanyakan pulau-pulau lain di luar Jawa .

2. Kebijakan Kependudukan
Dalam beberapa dekade terakhir ini, jumlah penduduk terus mengalami peningkatan yang cukup tajam. Disamping jumlah penduduk yang terus meningkat, permasalahan – permasalahan yang berhubungan dengan kependudukan pun semakin kompleks. Permasalahan kependudukan saat ini tidak saja tentang pengendalian jumlah penduduk, penurunan angka fertilitas, penurunan angka kematian bayi dan migrasi, akan tetapi bergeser pada isu yang lebih luas. Adapun isu –isu yang menjadi perhatian saat ini yaitu isu yang berhubungan dengan pengaruh kependudukan terhadap lingkungan hidup, pembangunan, kemiskinan, kesetaraan gender, peningkatan usia lanjut dan lain sebagainya.
Permasalahan kependudukan yang cukup kompleks ini menuntut berbagai negara untuk menciptakan berbagai program atau pun kebijakan yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Kebijakan kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar, komposisi distribusi dan tingkat perkembangan penduduk. Menurut W. Henry Mosley (2006), “ Population policies to influence population growth and distribution involve a wide range of decisions and actions by government, both direct and indirect, which influence individual and family decisios regarding marriage and childbearing, working arrangements, place of residence, etc.”
1. Kebijakan Kependudukan Berkaitan Dengan Kesehatan
Kependudukan dan kesehatan adalah hal yang saling berkaitan. Variabel-variabel kependudukan seperti kelahiran dan kematian mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi kesehatan penduduk, oleh karena itu kebijakan kependudukan terkait kesehatan menjadi perhatian oleh pemerintah. Adapun kebijakannya antara lain:
a. Keluarga Berencana
Pengertian program Keluarga Berencana (KB) menurut UU NO.52 tahun 2009, Bab I pasal 1 ayat 8 tentang ketentuan umum perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga. Menyebutkan Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
b. Penundaan Usia Kawin
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Berkaitan dengan kuantitas, kualitas dan mobilitas penduduk maka usia perkawinan ikut menentukan.


2. Kebijakan Kependudukan Berkaitan Dengan Gender
a. Pemberdayaan Perempuan Dan Anak
Isu gender merupakan isu yang sering dibahas, dimana masih tingginya ketimpangan kesempatan yang didapat antara laki-laki dan perempuan.
b. Kesetaraan Gender
Pengarusutamaan gender (PUG) dalam RPJMN 2015-2019 merupakan strategi untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan. Adapun tujuan pengarusutamaan gender ini yaitu untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam pembangunan yaitu pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia baik laki-laki maupun perempuan, dengan jalan mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan proses pembangunan, serta mendapatkan manfaat dari kebijakan dan program pembangunan.

3. Kebijakan Kependudukan Berkaitan Dengan Spasial
a. Transmigrasi
Transmigrasi adalah salah satu bagian dari migrasi yang direncanakan oleh pemerintah maupun oleh sekelompok penduduk yang berangkat bermigrasi bersama-sama. Istilah ini memiliki arti yang sama dengan pemukiman kembali (resettlement) dalam literatur. Transmigrasi juga bisa diartikan pemindahan dan / kepindahan penduduk dari suatu daerah untuk menetap ke daerah lain yang ditetapkan di dalam wilayah Republik Indonesia guna kepentingan pembangunan negara atau karena alasan-alasan yang dipandang perlu oleh pemerintah berdasarkan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Transmigrasi di Indonesia diatur dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1972.
b. Kampung Keluarga Berencana (Kampung Kb)
Kampung KB merupakan salah satu bentuk/model miniatur pelaksanaan total Program KKBPK secara utuh yang melibatkan seluruh bidang di lingkungan BKKBN dan bersinergi dengan Kementerian/Lembaga, mitra kerja,stakeholders instansi terkait sesuai dengan kebutuhan dan kondisi wilayah, serta dilaksanakan di tingkatan pemerintahan terendah (sesuai prasyarat penentuan lokasi kampung KB) di seluruh kabupaten dan kota.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Maka kesimpulan perkembangan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia ada tiga era waktu yang dapat dipakai untukmeninjau pengelolaan tenaga kerja di Indonesia. Selain itu, meski terjadi pergantian kekuasaan politik, secara sederhana persoalan ketenagakerjaan di Indonesia berputar pada persoalan lapangan kerja formal dan informal. Sebanyak hampir 70 persen penduduk usia produktif di Indonesia bekerja di ekonomi informal dan lapangan kerja terbesar berada di sektor pertanian, yakni sekitar 40 persen.
Sedangkan untuk sejarah kependudukan dimulai dari abad ke 17, berikut pemaparanya, ilmu kependudukan atau lebih dikenal sebagai ilmu demografi telah berkembang sejak tiga abad yang lalu. John Graunt, seorangpedagang pakaian yang hidup pada abad ke-17 di London. Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 teorikependudukan semakin berkembang serta semakin ilmiah dan humanisdalam menyampaikan penemuan baru. Tokoh baru penemu teori kependudukan yaitu Emile Durkheim dan John Stuart Mill.

Saran
Demikian makalah ini kami susun dengan kesungguhan, namun tidak menutup kemungkina kami melakukan keslahan dalam penyusuan makalah ini. Oleh karena itu kami meminta bantuan kepada pembaca dam kepada Dosen pngampu untuk mengkoreksi makalah yang kami susun. Terimakasih

Komentar

Postingan Populer