Fungsi pajak

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sudah sering mendengar istilah pajak, namun pengertian yang sesungguhnya masih belum jelas artinya. Dalam Undang Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU Nomor 6 tahun 1983 yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dinyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatannegara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut antara lain untuk pembiataan perang, penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur ekonomi, pekerjaan publik , subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana pajak juga digunakan untuk membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut. Pemerintah juga menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan kesejahteraan dan pelayanan publik. Pelayanan ini termasuk pendidikan, kesehatan, pensiun, bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan transportasi umum. Penyediaan listrik, air, dan penanganan sampah juga menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu.
Pajak merupakan penerimaan terbesar suatu Negara khususnya Negara Indonesia. Hampir 75% penerimaan negara saat ini bersumber dari pajak. Dominasi pajak sebagai sumber penerimaan merupakan satu hal yang sangat wajar, ketika sumber daya alam, khususnya minyak bumi tidak bisa lagi diandalkan. Penerimaan dari suatu sumber daya alam mempunyai umur relatif terbatas yang suatu saat akan habis dan tidak bisa diperbaharui lagi. Hal ini berbeda dengan pajak, sumber penerimaan ini mempunyai umur tidak terbatas, apalagi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka akan semakin besar pula penerimaan Negara dari sektor pajak.
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban negara dan peran serta masyarakat mengumpulkan dana untuk membiayai negara dan pembangunan nasional. Pajak yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui perbaikan dan penambahan pelayanan publik, mengalokasikan pajak tidak hanya untuk rakyat pembayar pajak juga untuk kepentingan rakyat yang tidak wajib membayar pajak.
Sistem perpajakan nasional merupakan refleksi dari nilai-nilai bangsa dan nilai yang dipegang oleh pihak yang memang kekuasaan politik. Untuk menciptakan sistem perpajakan, sebuah bangsa harus membuat pilihan terkait distribusi beban pajak – siapa yang akan membayar pajak dan seberapa banyak mereka harus membayar – dan bagaimana pajak yang telah dipungut kemudian dibelanjakan. Dalam sistem demokrasi di mana rakyat memilih orang-orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan sistem perpajakan, pilihan rakyat menunjukkan jenis komunitas yang ingin diciptakan oleh rakyat. Pada negara yang rakyat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sistem perpajakan, sistem perpajakan merupakan refleksi dari nilai-nilai dari pihak yang berkuasa.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Definisi Pajak ?
2. Apa saja fungsi pajak?
3. Bagaimana jenis-jenis pajak di Indonesia dan objeknya?
4. Bagaimana contoh kasus perpajakan di Indonesia?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi pajak
2. Untuk mengetahui fungsi pajak
3. Untuk mengetahui Bagaimana jenis-jenis pajak di Indonesia dan objeknya
4. Untuk mengetahui Bagaimana contoh kasus perpajakan di Indonesia




BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI PAJAK
Menurut pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh utang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut (Muda Markus, 2005)
Pajak adalah sebagian harta kekayaan rakyat (swasta) yang berdasarkan undang-undang, wajib diberikan oleh rakyat kepada negara tanpa mendapat kontra prestasi secara individual dan langsung dari negara, serta bukan merupakan penalti, yang berfungsi, sebagai dana untuk penyelenggaraan negara, dan sisanya jika ada, digunakan untuk pembangunan, serta sebagai instrumen atau alat untuk mengatur kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Berdasarkan kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran rakyat yang di bayarkan ke kas negara tanpa timbal balik yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum.

B. FUNGSI PAJAK
1. Fungsi Anggaran
Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara mengumpulkan dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk membiayai pembangunan nasional atau pengeluaran negara lainnya. Sehingga fungsi pajak merupakan sumber pendapatan negara yang memiliki tujuan menyeimbangkan pengeluaran negara dengan pendapatan negara.
2. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)
Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain:
Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.
Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, seperti: pajak ekspor barang.
Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi dari dalam negeri, contohnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang membantu perekonomian agar semakin produktif.
3. Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)
Pajak dapat digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan antara pembagian pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.
4. Fungsi Stabilisasi
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian, seperti: untuk mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi, sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Sedangkan untuk mengatasi kelesuan ekonomi atau deflasi, pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang yang beredar dapat ditambah dan deflasi dapat di atasi.

C. JENIS-JENIS PAJAK DI INDONESIA DAN OBJEKNYA
1. Pajak Menurut Lembaga Pemungutan
Pajak menurut lembaga pemungutan terbagi menjadi dua jenis, yaitu Pertama adalah pajak pusat, yang biasanya dikelola oleh pemerintah pusat, dalam hal ini adalah direktorat jendral pajak yang dibawah naungan Kementrian keuangan. Yang kedua adalah pajak daerah, yaitu  jenis pajak yang dipungut dan dikelola oleh dinas pendapatan daerah.
a. Pajak Pusat
1) Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak penghasilan biasa disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 atau PPh 25 adalah pajak yang dikenakan untuk orang pribadi, perusahaan atau badan hukum lainnya atas penghasilan yang didapat. Dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983. Kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari mulai UU Nomor 7 & Tahun 1991, UU Nomor 10 & Tahun 1994, UU Nomor 17 & Tahun 2000, serta terakhir UU Nomor 36 & Tahun 2008.
Kemudian yang menjadi Objek pajak PPh 25 adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Objek pajak bisa darimana saja asalnya, baik yang berasal dari Indonesia maupun di luar Indonesia.
2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN merupakan pajak yang dikenakan atas transaksi jual-beli Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang memiliki pertambahan nilai dan pungutan ini hanya boleh dilakukan dan dilaporkan oleh PKP. Namun, pihak yang berkewajiban membayarkan PPN adalah konsumen akhir.
Objek Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam pasal 4 Undang-Undang PPN 1984 dan perubahannya (UU 46 Tahun 2009 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2010) adalah:
Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Impor barang kena pajak.
Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Ekspor barang kena pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak.
Ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak.
Ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
3) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau seringkali disebut Pajak Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan atas transaksi Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun diimpor.
Menurut Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang nomor 42 Tahun 2009, Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, meliputi:
Barang yang bukan kebutuhan pokok.
Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
4) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.
Kemudian yang menjadi Objek pajak bumi dan bangunan (PBB) terbagi menjadi dua objek, yang pertama yaitu objek bumi, terdiri dari sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan dan tambang. Sementara itu, yang kedua objek bangunan, terdiri dari rumah tinggal, bangunan usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, pagar mewah, kolam renang dan jalan tol.
5) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
BPHTB dikenakan terhadap orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut dapat diartikan bahwa setiap orang atau badan mempunyai nilai lebih atas tambahan atau perolehan hak dimana tidak setiap orang dapat  memiliki kemampuan lebih untuk memperoleh tanah dan atau bangunan.
6) Bea Materai
Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk digunakan di pengadilan. Nilai bea meterai yang berlaku saat ini Rp. 3.000,00 dan Rp. 6.000,00 yang disesuaikan dengan nilai dokumen dan penggunaan dokumen. Kemudian untuk objeknya yaitu dikenakan terhadap dokumen yang berbentuk :
surat perjanjian dan surat-surat lain yang dibuat dengan tujuan sebagai pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
Akta-akta notaris beserta salinan-salinannya.
Akta-akta pejabat pembuat akta tanah beserta rangkap-rangkapnya.
Surat berharga.
Dokumen yang digunakan untuk pembuktian di pengadilan.
b. Pajak Daerah
Yang menjadi contoh studi kasus pembahasan disini adalah Perda (Peraturan Daerah) DKI Jakarta.
1) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Menurut peraturan daerah nomor 2 tahun 2015 tentang perubahan peraturan daerah nomor 8 Tahun 2010 tentang pajak kendaraan bermotor. Yang di maksud dengan kendaraan bermotor ialah semua kendaraan beroda berserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga bergerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat berat dan alat besar yang dalam operasinya mengunakan roda dan motor yang tidak melekat secara permanen serta kendaran bermotor yang dioperasikan di air. Untuk objek pajaknya yaitu :
Objek pajak kendaraan bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.
Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada angka (1), adalah:
kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioprasikan di semua jenis jalan darat; dan
kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
Dikecualikan dari pengertian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada angka (2), adalah:
kereta api.
kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara.
kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asa timbale balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah.
kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pabrikan atau importir yang semata-mata disediakan untuk keperluan pameran dan tidak untuk dijual.
2) Pajak Hotel dan Restoran
a) Penghitungan Pajak Hotel dan Restoran (Perda No. 9 Tahun 1998)
Dasar pengenaan pajak hotel dan restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel dan/atau restoran.
Tarif pajak hotel dan restoran ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
Besarnya pajak hotel dan restoran yang terhutang adalah 10% x DPP.
b) Jangka waktu pendaftaran wajib pajak (Perda No. 9 Tahun 1998)
Wajib pajak wajib mendaftarkan usahanya kepada dinas pendapatan daerah dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) sebelum dimulainya kegiatan usaha.
Apabila wajib pajak tidak mendaftarkan kegiatan usahanya, Kepala Dinas Pendapatan Daerah dapat menetapkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) secara jabatan.
c) Masa Pajak, saat pajak terutang dan wilayah pemungutan (Perda No. 9 Tahun 1998)
Masa pajak sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau ditentukan lain oleh Pejabat.
Pajak hotel dan restoran terutang pada saat pembayaran atau pelayanan di hotel dan restoran.
Wilayah pemungutan pajak hotel dan restoran adalah DKI Jakarta.
3) Pajak Hiburan dan Tontonan
Pajak hiburan dan tontonan dipungut atas jasa penyelenggaraan hiburan dan tontonan dengan dipungut bayaran. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010, sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pajak Hiburan dan Tontonan.
Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dan tontonan dengan dipungut bayaran.
Hiburan sebagaimana dimaksud pada angka (1), adalah:
tontonan film;
pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
kontes kecantikan;
pameran;
diskotik, karaoke, klab malam dan sejenisnya;
sirkus, akrobat dan sulap;
permainan bilyar dan bowling;
pacuan kuda dan pacuan kendaraan bermotor;
permainan ketangkasan;
panti pijat, refleksi, mandi uap/spa dan pusat kebugaran (fitness center);
pertandingan olahraga;
Dikecualikan dari objek pajak hiburan dan tontonan adalah penyelenggaran hiburan yang tidak dipungut bayaran pada acara pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan, dan pameran buku.
4) Pajak Reklame
Pajak reklame merupakan biaya yang harus dibayar agar mendapatkan izin penyelenggaraan reklame. Di Jakarta, pajak reklame diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame. Dalam Perda tersebut dijelaskan, pajak reklame adalah pungutan yang dikenakan atas semua penyelenggaraan reklame. Kita biasanya mengidentikkan reklame dengan media periklanan besar yang ditempatkan pada area yang sering dilewati masyarakat umum seperti sisi jalan raya. Reklame umumnya berisi informasi dengan ilustrasi yang besar dan menarik.
Subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame tersebut. Sedangkan objek pajak reklame adalah:
Semua penyelenggaraan reklame.
Objek pajak yang dimaksud pada poin pertama, meliputi:
Reklame papan, reklame billboard, reklame videotron, reklame megatron, dan sejenisnya.
Reklame kain.
Reklame melekat, stiker.
Reklame selebaran.
Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan.
Reklame udara.
Reklame apung.
Reklame suara.
Reklame film atau slide.
Reklame paragaan.
5) Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Sumber lain yang dimaksud adalah tenaga listrik yang diperoleh dari PLN dan/atau oleh bukan PLN. Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa salah satu jenis pajak yang termasuk penerimaan pembayaran pajak daerah adalah pajak penerangan jalan.
Objek Pajak Penerangan Jalan ialah penggunaan tenaga listrik, di wilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh PLN maka pemungutan Pajak penerangan jalan dilakukan oleh PLN. Dalam hal pajak penerangan jalan dipungut oleh PLN maka besarnya pokok pajak terutang dihitung berdasarkan jumlah rekening listrik yang dibayarkan oleh pelanggan PLN.
6) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010, tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
Untuk objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yaitu :
Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor.
Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada angka (1), adalah:
kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioprasikan di semua jenis jalan darat; dan
kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada angka (2), adalah:
kereta api.
kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara.
kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah.
kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pabrikan atau importir yang semata-mata disediakan untuk keperluan pameran dan tidak untuk dijual.
Termasuk penyerahan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada angka (1), meliputi :
penguasaan kendaraan bermotor melebihi 12 (dua belas) bulan dianggap sebagai penyerahan, kecuali penguasaan kendaraan bermotor karena perjanjian sewa beli.
pemasukan kendaraan bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia kecuali untuk.
dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan.
Diperdagangkan.
dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia.
digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional.
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada angka (4) huruf b angka 3, tidak berlaku apabila selama 3 (tiga) tahun berturut – turut tidak dikeluarkan kembali dari wilayah Indonesia.
2. Pajak Menurut Sifatnya
Untuk pajak menurut siftanya juga menjadi terbagi 2 jenis pajak, yaitu pajak subyektif dan pajak objektif, untuk perbedaannya adalah:
a. Pajak Subyektif
Pajak Subyektif ( pajak yang bersifat perorangan ) yaitu jenis pajak yang dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak ( status kawin atau tidak kawin, mempunyai tanggungan keluarga atau tidak ). Jadi pada dasarnya setiap orang yang menghuni wilayah di Indonesia memiliki kewajiban untuk membayar pajak tersebut. Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Sementara bagi warga negara asing yang tinggal di Indonesia dikenakan wajib pajak jika memiliki keterikatan ekonomis dengan Indonesia, Contohnya jika WNA tersebut memiliki usaha di Indonesia maka akan dikenakan wajib pajak. Contoh pajak subyektif adalah Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak Obyektif
pajak Obyektif ( pajak yang bersifat kebendaan ) yaitu jenis pajak yang dalam pengenaannya hanya memperhatikan sifat obyek pajaknya saja, tanpa memperhatikan keadaan atau kondisi diri wajib pajak. Lebih tepatnya pajak objektif dikenakan pada seorang warga negara Indonesia jika penghasilan yang dimiliki sudah memenuhi syarat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Ada beberapa golongan warga negara Indonesia yang terkena wajib pajak jenis ini. Pertama, adalah mereka yang menggunakan benda atau alat yang menurut ketentuan dikenai pajak. Kedua, pajak yang diambil terkait kekayaan yang dimiliki, kepemilikan barang-barang mewah dan pemakaiannya. dan yang terakhir adalah jika seseorang melakukan pemindahan harta dari Indonesia ke suatu negara lain, maka aktivitas tersebut akan dikenai wajib pajak. Untuk contoh pajak objektif sendiri adalah : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

D. CONTOH KASUS PERPAJAKAN DI INDONESIA
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Dalam hal perpajakan, ada beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia. Diantaranya adalah :
1. Kasus Gayus Tambunan
Gayus Halomoan Partahanan Tambunan atau hanya Gayus Tambunan  adalah mantan PNS di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia. Namanya menjadi terkenal ketika Komjen Susno Duadji menyebutkan bahwa Gayus mempunyai uang Rp 25 miliar di rekeningnya plus uang asing senilai 60 miliar dan perhiasan senilai 14 miliar di brankas bank atas nama istrinya dan itu semua dicurigai sebagai harta haram. Dalam perkembangan selanjutnya Gayus sempat melarikan diri ke Singapura beserta anak istrinya sebelum dijemput kembali oleh Satgas Mafia Hukum di Singapura. Kasus Gayus mencoreng reformasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang sudah digulirkan Sri Mulyani dan menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia.
          Dalam kasus penggelapan pajak oleh pejabat pajak Gayus tidak ditemukan sama sekali integritas yang tinggi, dalam hal kejujuran pejabat tersebut telah membohongi publik, dengan menggunakan uang  yang seharusnya bukan  miliknya.
2. Kasus  Penunggakan Pembayaran Pajak di Kota Bandung
Pemerintah Kota Bandung lamban dalam menyelesaikan piutang pajak tahun 2011 yang berjumlah sekitar Rp3,8 Miliar. Jika melihat akumulasi dari tahun 2006 hingga  2011, piutang pajak itu mencapai angka Rp 23,4 Miliar. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diterima Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), piutang itu berasal dari sektor perhotelan  Rp344 juta, restoran Rp 539 juta, hiburan Rp 72 juta, reklame Rp 469 juta, parkir Rp59 juta, BPHTB Rp2,1 miliar dan air tanah 135juta. Dinas Pendapatan Daerah juga  harus berkoordinasi dengan dinas-dinas yang mengeluarkan izin usaha.Kedepan,  untuk menghindari hal itu terulang, sebelum pengusaha menjalankan izin usahanya terlebih dahulu membayar pajak.






























BAB III
KESIMPULAN
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatannegara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. pajak merupakan konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemudian untuk para pelaku kasus perpajakan diharapkan tidak terjadi lagi di karenakan telah menyimpang dari nilai-nilai asas Pancasila sebagai dasar negara, oleh karenanya harus ada dorongan dari pihak pemerintah untuk membuat dan memberlakukan suatu Undang-Undang yang menindak tegas para pelaku kasus perpajakan.














DAFTAR PUSTAKA

Muda Markus. (2005). Perpajakan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nur Kholis. (2018). Perpajakan di Indonesia dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam.
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 46 Tahun 2009, tentang Perubahan Kedua
 atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1983, tentang “Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah”.
Annisa (2014). Kasus-Kasus Pajak yang Pernah Terjadi di Indonesia. Diambil dari
http://annisarai.blogspot.com/2014/05/kasus-kasus-pajak-yang-pernah-terjadi.html
Badan Pajak dan Retribusi Daerah, Provinsi DKI Jakarta (2010). Pajak Kendaraan
 Bermotor. Diambil dari https://bprd.jakarta.go.id/bbn-kb/


Komentar

Postingan Populer