hukum perpajakan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[1]
Peraturan perudang-undangan perpajakan terus disempurnakan seiring dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, dan politik. Perudang-undang perpajakan khususnya undang-undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan untuk lebih memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak, meningkatkan kepastian dan menegakan hukum, serta mengantisipasi kemajuan di bidang teknologi informasi dan perubahan ketentuan material dibidang perpajakan.[2]
Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, arah dan tujuan perubahan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut :
1.      Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan Negara
2.      Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah
3.      Menyesuaikan tuntutan perkembangan social ekonomi masyarakat serta perkembangan di bidang teknologi informasi
4.      Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban
5.      Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan
6.      Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten
7.      Mendukung iklim usaha kearah yang lebih kondusif dan kompetitif.
Upaya pemerintah tersebut seiring dengan makin dominannya  penerimaan dari sektor pajak dalam RAPBN maupun APBN negara kita beberapa tahun terakhir mengingat sumber penerimana migas tidak dapat di kendalikan lagi dikarena kan jumlahnya semakn menipis dan tidak dapat diperbaharui. Dengan dilaksanakannya kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penermaan negara dalam jangka menengah dan panjang seiring meningkatnya kepatuhan sukarela dan membaiknya iklim usaha[3]
Tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku di indonesia, yang didalamnya terdapat tertuang ketentuan yang menjujung tinggi mengenai hubungan warga negara dan menetapkan kewajiban membayar pajak sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan peran rakyan dalam membiayai negara dan pembangunaan nasional. Dengan demikian menjadi pendorong dalam menyusunan makalah ini, selain sebagai tugas terstuktur mata kuliah Hukum perpajakan juga penyusun menginginkan menberi influens bagi para pembaca agar sadar akan penting nya membuat NPWP, selain untuk menjaga ketertiban dalam membayar pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan kita bisa membayar pajak dimuka sehingga tau berapa pajak yang semestinya dikeluarkan.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan Masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Dasar Hukun Perpajakan ?
2.      Apa yang dimaksud dengan NPWP ?
3.      Apa yang dimaksud dengan SPT ?
4.      Apa yang dimaksud dengan Surat Setoran dan Pembayaran Pajak ?
5.      Apa yang dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak  ?
6.      Bagaimana Pembetulan, Pengurangan, Penghapusan/ Pembatalan Pajak ?
7.      Apa Saja Kewajiban dan Hak Wajib Pajak ?
8.      Bagaimana Sanksi Pajak  ?



C.    Tujuan Masalah
Tujuan penulisan dari makalah ini diantaranya :
1.      Untuk Mengetahui Dasar Hukun Perpajakan
2.      Untuk Mengetahui Mengenai NPWP
3.      Untuk Mengetahui Mengenai SPT
4.      Untuk Mengetahui Mengenai Surat Setoran dan Pembayaran Pajak
5.      Untuk Mengetahui Mengenai Surat Ketetapan Pajak
6.      Untuk Mengetahui Mengenai Pembetulan, Pengurangan, Penghapusan/ Pembatalan Pajak
7.      Untuk Mengetahui Mengenai Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
8.      Untuk Mengetahui Mengenai Sanksi Pajak






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dasar Hukum
Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah di ubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009.
Salah satu Undang-Undang Perpajakan di Indonesia ialah seperti yang termaktub pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Di dalam pasal tersebut disebutkan tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, yakni :
·         Kontribusi kepada negara oleh orang pribadi maupun badan bersifat memaksa
·         Kontribusi tersebut akan digunakna untuk keperluan negara dengan tujuan kemakmuran rakyat.
Selain Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, terdapat dasar hukum lain yang menjadi hukum dasar perpajakan :
·      Undang-undang Ketentuan Umum tentang Tatacara Perpajakan yaitu UU No. 16 Tahun 2000Undang-undang Pajak Penghasilan, UU No. 17  Tahun 2000
·      Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam UU No. 18 Tahun 2000
·      Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan No. 12 tahun 1994
·      Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, tertuang dalam UU No. 19 tahun 2000
·      Undang-undang Pengadilan Pajak, UU No. 14 Tahun 2002
·      Undang-undang Bea Materai, UU No. 13 tahun 1985
Dari peraturan dan dasar hukum di atas,  diketahui bahwa jenis pajak ada bermacam-macam. Contohnya PBB, PPNB, Pajak Materai, dan Pajak Penghasilan. Masing-masing memiliki dasar hukum yang kuat hingga bersifat memaksa bagi seluruh warga atau yang terkena wajib pajak.
B.     Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
1.      Pengertian
Nomor pokok wajib pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal dari atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Dengan memiliki NPWP bisa memperoleh beberapa manfaat secara langsung lainnya. Seperti sebagai pembayaran pajak di muka (angsuran/kredit pajak) atas Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu wajib pajak bertolak keluar Negeri, sebagai persyaratan ketika melakukan  pengurusan surat izin usaha perdagangan (SIUP).[4]
2.      Fungsi NPWP
a.       Sebagai tanda pengenal dari atau identitas wajib pajak.
b.      Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.
3.      Pencantuman NPWP
Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, wajib pajak diwajibkan mencantumkan nomor pokok wajib pajak yang dimilikinya.
4.      Pendaftaran NPWP
Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor direktorat jederal pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatkan nomor wajib pajak.
Persyaratan  subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang pajak penghasilan 1984 dan perubahannya.
Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang pajak penghasilan 1984 dan perubahannya.
Tempat pendaftaran dilakukan pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan bagi wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hukum atau dihendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.
Direktur Jenderal Pajak menerbitka nomor pokok wajib pajak sesuai jabata apabila wajib pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang di terbitkan nomor pokok wajib pajak secara jabatan dimulai sejak saat wajib pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 tahun sebelum diterbitkannya nomor pokok wajib pajak.
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah :
·         Bagi wajib pajakorang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan
·         Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi penghasilan tidak kena pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
Terhadap wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendaftarkan NPWP akan dikenakan sanksi perpajakan.
5.      Sanksi
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan nomor pokok wajib pajak, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pidana tersebut ditambahkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunkan atau menggunakan tanpa hak nomor pokok wajib dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan[5].
6.      Penghapusan NPWP
Penghapusan nomor pokok wajib pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila :
a.       Diajukan permohonan penghapusan nomor pokok wajib pajak oleh wajib pajak dan/atau ahli warisnya apabila wajib pajak sudak tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b.      Wajib pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha
c.       Wajib pajak pribadi wanita menikah dan tidak melaksanakan kewajiban pajak pribadi.[6]
d.      Wajib pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
e.       Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan nomor pokok wajib pajak dari wajib pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
f.       Wajib pajak yang piutangnya dihapuskan akibat tidak memiliki kekayaan atau meninggal tanpa warisan.[7]
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan nomor pokok wajib pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk wajib pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk wajib pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan, penghapusan nomor pokok wajib pajak dianggap dikabulkan.
7.      Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.
Formatnya adalah sebagai berikut : XX. XXX. XXX. X- XXX. XXX
Catatan :
a.       Wajib pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri apabila memerlukan NPWP, dapat mendaftarkan driri fan kepadanya akan diberikan NPWP.
b.      Setiap wajib pajak hanya mempunyai atau NPWP untuk semua jenis pajak.
c.       Untuk perusahaan perseorangan, NPWP atas nama pemiliknya.
d.      Untuk badan (misalnya PT) yang baru berdiri sebaiknya tetap mempunyai NPWP karena apabila rugi dapat dikompensasi dengan tahun berikutnya.
e.       Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya sebagai subjek pajak menggunakan nomor pokok wajib pajak dari wajib pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut.


C.    Surat Pemberitahuan (SPT)
1.      Pengertian
Surat pemberitahu ( SPT) merupakan sarana bagi wajib oajak untuk melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT harus diisi dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa indonesia dengan menggunakan huruf latin dan angka arab, satuan mata uamg rupiah dan  menandatangani  serta menyampaikannya ke kantor pelayanan pajak ( KPP) atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.[8]
2.      Fungsi SPT
Fungsi surat pemberitahuan bagi wajib pajak pajak penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
a.       Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajakatau bagian tahun pajak.
b.      Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak
c.       Harta dan kewajiban
d.      Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi pengusa kena pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
a.       Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran
b.      Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh perusaha kena pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi pemotongan atau pemungutan pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya[9].
3.      Prosedur Penyesesaian SPT
a.       Wajib pajak sebagaimana mengambil sendiri surat pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan. Wajib pajak juga dapat mengambil surat pemberitahuan dengan cara lain, misalnya dengan mengakses situs Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh formulir surat pemberitahuan tersebut.
b.      Setiap wajib pajak mengisi surat pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
c.       Wajib pajak yang telah mendapat izin menteri keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, wajib menyampaikan surat pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan.
d.      Penandatanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
e.       Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain :
·         Untuk wajib pajak yang mengadakan pembukuan : laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
·         Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah dasar pengenaan pajak, jumlah pajak keluaran, jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
·         Untuk wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan : perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.
4.      Pembetulan SPT
Wajib pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan surat pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Dalam hal pembetulan surat pemberitahuan menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan surat pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.
Dalam hal wajib pajak membetulkan sendiri surat pemberitahuan tahunan maupun surat pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyelidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan wajib pajak, terhadap ketidakbenaran perbuatan wajib pajak tersebut tidak akan dilakukan penyelidikan apabila wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurangi dibayar.
Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, wajib pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan :
a.       Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil
b.      Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar
c.       Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
d.      Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap dilajutkan.
Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ini beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh wajib pajak sebelum laporan tesendiri dimaksud disampaikan.
Wajib pajak dapat membetulkan surat pemberitahuan tahunan yang telah disampaikan, dalam hal wajib pajak menerima ketetapan pajak, surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali tahun pajak sebelumnya atau beberapa tahun pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiscal yang berbeda dengan rugi fiscal yang telah dikompensasikan dalam surat pemberitahuan tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
5.      Jenis SPT
Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua yaitu :
a.       Surat pemberitahuan Masa adalah surat pemberitahuan untu suatu Masa pajak
b.      Surat pemberitahuan tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak
1.      SPT Masa yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atsa pembayaran pajak bulanan. SPT Masa terdiri atas:[10]
a.       SPT Masa PPh pasal 21 dan pasal 26
b.      SPT Masa PPh pasal 22
c.       SPT Masa PPh pasal 23 dan pasal 26
d.      SPT Masa PPh pasal 4 ayat (2)
e.       SPT Masa PPh pasal 15
f.       SPT Masa PPN dan PPnBM
g.      SPT Masa PPN dan PPnBM bagi pemungut
h.      SPT Masa pajak penghasilan
i.        SPT Masa pajak pertambahan nilai
j.        SPT Masa pajak pertambahan nilai bagi pemungut pajak pertambahan nilai
2.      Surat pemberitahuan (SPT) tahunan, yaitu SPT yang dgunakan untuk pelaporan tahunan. SPT tahunan terdiri atas:[11]
a.       SPT tahunan PPh wajib badan (1171- US)
b.      SPT tahunan PPh wajib pajak badan yang diizinksn menyelenggara pembukuan dalam  bahasa inggris dan mata uang Dollar Amerika serikat (1771- US).
c.       SPT tahunan PPh wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan dari usaha/ pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau norma perhitungan penghasilan neto.
d.      SPT tahuan PPh wajib pajak orang pribadi ysng mempunyai penghasilan dari sutu atau lebih pemberikerja : dalam negeri lainnya ; dan yang dikenakan PPh fnal atau bersifat final (1770 S )
e.       SPT tahunan PPh wajib pajak orang pribadi ynag mempunnyai penghasilan dari satu pemberi kerja dan tidak mempunyai penghasilan lainnya kecualin bunga bank dan bunga koprasi
3.      SPT dapat berbentuk :
a.       Formulir kertas (hardcopy)
b.      e-SPT
6.       Batas Waktu Penyampaian SPT
Batas waktu penyampaian surat pemberitahuan adalah :
a.       Untuk surat pemberitahuan Masa, paling lama 20 hari setelah akhir Masa pajak. Khusus untuk surat pemberitahuan Masa pajak pertambahan nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa pajak.
b.      Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
c.       Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan, paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak
7.      Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT
Wajib pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tahunan sebagaimana dimaksud untuk paling lama 2 bulan sejak batas waktu penyampaian SPT tahunan dengan cara menyampaikan pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan.
Pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan dibuat secara tertulis dan disampaikan ke kantor pelayanan pajak, sebelum batas waktu penyampaian SPT tahunan berakhir, dengan dilampiri :
a.       Perhitungan sementara pajak terutang dalam 1 tahun pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang
b.      Laporan keuangan sementara
c.       Surat setoran pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang teutang
Pemberitahuan perpanjang SPT tahunan wajib ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasa wajib pajak. Dalam hal pemberitahuan perpajangan SPT tahunan ditandatangani oleh kuasa wajib pajak, pem beritahuan perpanjangan SPT tahunan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
Pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan dapat disampaikan :
a.       Secara langsung
b.      Melalui pos dengan bukti pengiriman surat
c.       Dengan cara lain, yaitu meliputu :
·         Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat
·         e-Filing melalui ASP
Pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dianggap bukan merupakan pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan.
8.      Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT
Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu peerpanjangan penyampaian surat pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar :
a.       Rp. 500.000,- untuk surat pemberitahuan Masa pajak pertambahan nilai
b.      Rp. 100.000,- untuk surat pemberitahuan Masa lainnya
c.       Rp. 1.000.000,- untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan
d.      Rp. 100.000,- untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi
Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan surat pemberitahuan atau menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atautidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh wajib pajak dan wajib pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan melalui penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar.
Kealpaan
Setiap orang yang karena kealpaannya :
a.       Tidak menyampaikan surat pemberitahuan
b.      Menyampaikan surat pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan pertama kali, didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun[12].
Kesengajaan
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan atau menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak teutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pidana tersebut ditambahka 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.



D.    Surat Setoran Pajak (SSP) dan Pembayaran Pajak
1.      Pengertian
Surat setoran pajak adlah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjukan oleh menteri keuangan.
2.      Fungsi SSP
SSP berfungsi sebagai bukti pembeyaran pajak apabila telah disahkan oleh pejebat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.
3.      Tempat
a.       Bank ditunjuk oleh menteri keuangan
b.      Kantor pos
4.      Batas Waktu Pembayaran Atau Penyetoran Pajak
Batas waktu pembayaran atau penyetoran pajak diatur sebagai berikut :
a.       Pembayaran Masa
1)      PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh pemotong pajak penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir.
2)      PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir kecuamli ditetapkan lain oleh menteri keuangan.
3)      PPh Pasal 15 yang dipotong oleh pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir.
4)      PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir.
5)      PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikunya setelah Masa pajak berakhhir
6)      PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir
7)      PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir.
8)      PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea masuk dan dalam hal Bea masuk ditunda atau dibebaskan, PH Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
9)      PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh direktorat jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
10)  PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja daerah, dengan menggunakan surat setoran pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara.
11)  PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen atau industry yang dipungut oleh wajib pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, harus disetor paling lama tangal 10 bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir.
12)  PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir.
13)  PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa pajak, harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir dan sebelum surat pemberitahuan Masa PPN disampaikan.
14)  PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh bendahara pemerintah atau instansi pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir.
15)  PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh pemungut PPN selain bendahara pemerintah atau instansi pemerintah yang dintunjuk, harus di setor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir.
16)  PPh Pasal 25 bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa pajak dalam satu surat pemberitahuan asa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa pajak terakhir.
17)  Pembayaran Masa selain PPh Pasal 25 bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa pajak dalam satu surat pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.
a.       Surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, serta surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, dan surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yangmenyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
b.      Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan harus dibayarlunas sebelum surat pemberitahuan pajak penghasilan disampaikan.
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembeyaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, pembayran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional sebagaimana dimaksud termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Setiap keterlambatan pembayaran dikenakan bunga sebesar 2% sebulan, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
5.      Tata Cara Menunda atau Mengangsur Pembayaran Atas Ketetapan Pajak
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang masih harus dibayar dalam surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah, serta pajak penghasilan pasal 29, kepada Direktur Jenderal Pajak.
Permohonan harus diajukan paling lama 9 hari kerja sebelum satt jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir disertai alasan dan jumlah pembayaran pajak yang dimohon diangsur atau ditunda. Apabila ternyata batas waktu 9 hari kerja tidak dapat dipenuhi oleh wajib pajak karena keadaan di luar kekuasaannya. Permohonan wajib pajak masih dapat dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak sepanjang wajib pajak dapat membuktikan kebenaran keadaan di luar kekuasaannya tersebut.
Direktur Jendral Pajak menerbitkan surat keputusan atas permohonan tersebut berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian, atau menolak.
Surat keputusan diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, Direktur Jendral Pajak tidak meberi suatu keputusan. Permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
Jangka waktu Masa anguran atau penundaan tidak melebihi 12 (dua belas) bulan dengan mempertimbangkan kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak dan tidak dapat diperpanjang lagi.

E.     Surat Ketetapan Pajak
Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar.
a.      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
1.      Pengertian
Surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya saksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
2.      Penerbitan SKPKB
SKPKB diterbitkan apabila :
a.       Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar
b.      Surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah di tegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
c.       Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%
d.      Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang
e.       Kepada wajib pajak diterbitkan nomor pokok wajib pajak dan/atau dikukuhkan sehingga pengusaha kena pajak secara jabatan.
SKPKB hanya dapat diterbitkan terhadap wajib pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material. Keterangan lain tersebut adalah data konkret yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak, antara lain berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti pemotongan pajak penghasilan.
3.      Saksi administrasi
a.       Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin 2a dan 2e, maka jumlah kekurangan pajak terutang ditambah dengan saksi administrasi berupa bungn sebesar 2% per bulan paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terangnya pajak atau berakhirnya Masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya surat keterapan pajak kurang bayar.
b.      Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin 2b, 2c, dan 2d, maka dikenakan saksi administrasi berupa kenaikan sebesar :
·         50% dari PPh yang tidak atau kurang di bayar dalam satu tahun pajak
·         100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang Di setorkan.
·         100% dari PPN dan PPNBM yang tidak atau kurang dibayar
4.      Fungsi SKPKB
a.       Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya
b.      Sarana untuk mengenakan sanksi
c.       Alat untuk menagih pajak
5.      Jangka waktu penerbitan SKPKB
Dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atas berakhirnya Masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB.
Walaupun jangka waktu 5 tahun telah lewat, surat ketetapan pajak kurang bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila wajib pajak setelah jangka Waktu tersebut Di pidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
b.      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
1.      Pengertian
Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
2.      Penerbitan SKPKBT
SKPKT diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan.
3.      Fungsi SKPKBT
a.       Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya
b.      Saraba untuk mengenakan sanksi
c.       Alat untuk menagih pajak
d.      Sanksi SKPKBT
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
Sanksi administrasi berupa kenaikan tidak dikenakan apabila SKPKBT diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari wajib pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan.
4.      Jangka waktu penerbitan SKPKBT
Dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT.
Apabila jangka waktu 5 tahun telah lewat, surat ketetapan pajak bayar tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal wajib pajak setelah jangka waktu 5 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap.
c.       Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
1.      Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
2.      Penerbitan SKPLB
SKPLB diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan, jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Surat ketetapan pajak lebih bayar diterbitkan untuk :
a.       Pajak penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
b.      Pajak pertambahan nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh pemungut pajak pertambahan nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah pajak keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh pemugut pajak pertambahan nilai tersebut.
c.       Pajak penjualan atas barang mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
3.      Fungsi SKPLB
Sebagai alat atau sarana untuk mengembalikan kelebihan pembayaran pajak.
d.      Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
1.      Pengertian
Surat ketetapan pajak nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
2.      Penerbitan SKPN
SKPN diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
Surat ketetapan pajak Nihil diterbitkan untuk :[13]
a.       Pajak penghasilan apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
b.      Pajak pertambahan Nilai, apabila jumlah kredt pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang dipungut pajak pertambahan Nilai, jumlah pajak yang berutang dihitung dengan cara jumlah pajak keluar dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh pengumut pajak pertambahan Nilai.
c.       Pajak penjualan atas barang mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak ada pembayaran pajak.

F.     Pembetulan, Pengurangan, Penghapusan, atau Pembatalan
1.      Pembetulan
Atas permohonan wajib pajak, atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan :
a.       Surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB)
b.      Surat tagihan pajak
c.       Surat keputusan pembetulan
d.      Surat keputusan keberatan
e.       Surat keputusan pengurangan sanksi administrasi
f.       Surat keputusan penghapusan sanksi administrasi
g.      Surat keputusan pengurangan ketetapan pajak
h.      Surat keputusan pembatalan ketetapan pajak
i.        Surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, atau
j.        Surat keputusan pemberian imbalan bunga,
Yang dalam penerbitannya terdapat kesalah tulis, kesalah hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.      Pengurangan, Penghapusan, atau Pembatalan
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat :
a.       Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak, atau bukan karena kesalahannya;
b.      Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang tidak benar; atau
c.       Membatalkan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa :
1)      Penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
2)      Pembahasan akhir hasil pemerksaan dengan wajib pajak
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak apabila :
a.       Wajib pajak tidak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak; atau
b.      Wajib pajak mengajukan keberatan tetapi keberatannya tidak dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak karena tidak memenuhi persyaratan.
Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar tidak dapat diajukan dalam hal wajib pajak mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak.

G.    Kewajiban Dan Hak Wajib Pajak
a.      Kewajiban wajib pajak
1.      Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP
2.      Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
3.      Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar
4.      Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke kantir pelayanan pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan
5.      Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan
6.      Jika diperiksa wajib :
a.       Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak
b.      Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandng perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
7.      Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

b.      Hak-Hak Wajib Pajak
1.      Mengajukan surat keberatan dan surat banding
2.      Menerima tanda bukti SPT
3.      Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan
4.      Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT
5.      Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.
6.      Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.
7.      Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
8.      Mengajukan permohonan pengahapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketatapan pajak yang salah.
9.      Memberikan kuasa kepada orang untuk melaksakan kewajiban pajaknya.
10.  Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
11.  Mengajukan keberatan dan banding

H.    Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti/dipatuhi/dipatuhi. Atau bias denga kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.
Dalam perundang-undangan perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi adminstrasi dan sanksi pidana.
Perbedaan sanksi administrasi dan pidana adalah :
Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada Negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan.
Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hokum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi administrasi, yaitu berupa denda, bunga, dan kenaikan. Sedangkan ketentuan mengenai sanksi pidana dibidang perpajakan diatur/ditetapkan dalam UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.




BAB III
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah di ubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009.
Nomor pokok wajib pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal dari atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Fungsi NPWP :
c.       Sebagai tanda pengenal dari atau identitas wajib pajak.
d.      Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.
Sanksi kepada setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan nomor pokok wajib pajak, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Surat pemberitahuan (SPT) merupakan sarana bagi wajib oajak untuk melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT harus diisi dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa indonesia dengan menggunakan huruf latin dan angka arab, satuan mata uamg rupiah dan  menandatangani  serta menyampaikannya ke kantor pelayanan pajak (KPP) atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Surat setoran pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjukan oleh menteri keuangan.
SSP berfungsi sebagai bukti pembeyaran pajak apabila telah disahkan oleh pejebat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.
Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar.
1.      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) : Surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya saksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
2.      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) : Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
3.      Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
4.      Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) : Surat ketetapan pajak nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Pembetulan pajak atas permohonan wajib pajak, atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan :
1.      Surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB)
2.      Surat tagihan pajak
3.      Surat keputusan pembetulan
4.      Surat keputusan keberatan
5.      Surat keputusan pengurangan sanksi administrasi
6.      Surat keputusan penghapusan sanksi administrasi
7.      Surat keputusan pengurangan ketetapan pajak
8.      Surat keputusan pembatalan ketetapan pajak
9.      Surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, atau
10.  Surat keputusan pemberian imbalan bunga
Yang dalam penerbitannya terdapat kesalah tulis, kesalah hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sedangkan Pengurangan, Penghapusan, atau Pembatalan Pajak dilakukan Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat :
1.      Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak, atau bukan karena kesalahannya;
2.      Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang tidak benar; atau
3.      Membatalkan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa :
a.       Penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
b.      Pembahasan akhir hasil pemerksaan dengan wajib pajak
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak apabila :
a.       Wajib pajak tidak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak; atau
b.      Wajib pajak mengajukan keberatan tetapi keberatannya tidak dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak karena tidak memenuhi persyaratan.
Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar tidak dapat diajukan dalam hal wajib pajak mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Kewajiban wajib pajak :
1.      Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP
2.      Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
3.      Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar
4.      Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke kantir pelayanan pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan
5.      Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan
6.      Jika diperiksa wajib :
a.       Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak
b.      Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandng perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
7.      Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
Hak-Hak Wajib Pajak
1.      Mengajukan surat keberatan dan surat banding
2.      Menerima tanda bukti SPT
3.      Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan
4.      Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT
5.      Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.
6.      Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.
7.      Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
8.      Mengajukan permohonan pengahapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketatapan pajak yang salah.
9.      Memberikan kuasa kepada orang untuk melaksakan kewajiban pajaknya.
10.  Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
11.  Mengajukan keberatan dan banding
Sanksi Perpajakan Dalam perundang-undangan perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi adminstrasi dan sanksi pidana. Perbedaan sanksi administrasi dan pidana adalah :
Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada Negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sedangkan Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hokum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.

Undang-Undang Perpajakan dan Dasar Hukumnya


Dari perspektif hukum menurut Soemitro, pajak merupakan perikatan yang timbul karena adanya undang-undang sehingga menyebabkan adanya kewajiban warga negara untuk menyetor sejumlah penghasilan kepada negara. Dan dalam hal ini, pajak bersifat memaksa.

Salah satu Undang-Undang Perpajakan di Indonesia ialah seperti yang termaktub pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Di dalam pasal tersebut disebutkan tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, yakni :

Kontribusi kepada negara oleh orang pribadi maupun badan bersifat memaksaKontribusi tersebut akan digunakna untuk keperluan negara dengan tujuan kemakmuran rakyat.

Selain Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, terdapat dasar hukum lain yang menjadi hukum dasar perpajakan :

Undang-undang Ketentuan Umum tentang Tatacara Perpajakan yaitu UU No. 16 Tahun 2000Undang-undang Pajak Penghasilan, UU No. 17  Tahun 2000Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam UU No. 18 Tahun 2000Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan No. 12 tahun 1994Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, tertuang dalam UU No. 19 tahun 2000Undang-undang Pengadilan Pajak, UU No. 14 Tahun 2002Undang-undang Bea Materai, UU No. 13 tahun 1985

Dari peraturan dan dasar hukum di atas,  diketahui bahwa jenis pajak ada bermacam-macam. Contohnya PBB, PPNB, Pajak Materai, dan Pajak Penghasilan. Masing-masing memiliki dasar hukum yang kuat hingga bersifat memaksa bagi seluruh warga atau yang terkena wajib pajak.
Undang-Undang Perpajakan dan Dasar Hukumnya

Dari perspektif hukum menurut Soemitro, pajak merupakan perikatan yang timbul karena adanya undang-undang sehingga menyebabkan adanya kewajiban warga negara untuk menyetor sejumlah penghasilan kepada negara. Dan dalam hal ini, pajak bersifat memaksa.

Salah satu Undang-Undang Perpajakan di Indonesia ialah seperti yang termaktub pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Di dalam pasal tersebut disebutkan tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, yakni :

Kontribusi kepada negara oleh orang pribadi maupun badan bersifat memaksaKontribusi tersebut akan digunakna untuk keperluan negara dengan tujuan kemakmuran rakyat.

Selain Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, terdapat dasar hukum lain yang menjadi hukum dasar perpajakan :

Undang-undang Ketentuan Umum tentang Tatacara Perpajakan yaitu UU No. 16 Tahun 2000Undang-undang Pajak Penghasilan, UU No. 17  Tahun 2000Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam UU No. 18 Tahun 2000Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan No. 12 tahun 1994Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, tertuang dalam UU No. 19 tahun 2000Undang-undang Pengadilan Pajak, UU No. 14 Tahun 2002Undang-undang Bea Materai, UU No. 13 tahun 1985

Dari peraturan dan dasar hukum di atas,  diketahui bahwa jenis pajak ada bermacam-macam. Contohnya PBB, PPNB, Pajak Materai, dan Pajak Penghasilan. Masing-masing memiliki dasar hukum yang kuat hingga bersifat memaksa bagi seluruh warga atau yang terkena wajib pajak.




[1] Putra, Indra mahardika, 2017, Perpajakan Edisi: Tax Amnesty, Yogyakarta: Quadrant. Hlm 11.   
[2] Siti resmi, 2014, perpajakan Edisi 7, jakarta : selemba empat, hlm : 17
[3] Siti resmi, 2014, perpajakan Edisi 7, jakarta : selemba empat, hlm : 18
[4] Siti resmi, 2014, perpajakan Edisi 7, jakarta : selemba empat, hlm : 24
[5] Prof . Dr. Mardiasmo, 2013, Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset, hlm : 27
[6]  Siti Resmi, 2014, Perpajakan Edisi 7, Jakarta : Selemba Empat, hlm : 29
[7] Siti Resmi, 2014, Perpajakan Edisi 7, Jakarta : Selemba Empat, hlm : 29
[8] Siti resmi, 2014, perpajakan Edisi 7, jakarta : selemba empat, hlm : 42
[9] Prof . Dr. Mardiasmo, 2013, Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset, hlm : 34
[10] Siti resmi, 2014, perpajakan Edisi 7, jakarta : selemba empat, hlm :43
[11] Siti resmi, 2014, perpajakan Edisi 7, jakarta : selemba empat, hlm :43
[12] Prof . Dr. Mardiasmo, 2013, Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset, hlm : 37
[13] Siti resmi, 2014, perpajakan Edisi 7, jakarta : selemba empat, hlm :49

Komentar

Postingan Populer