Hukum ketanakerjaan dan hukum kerja
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dewasa ini sering kali kita mendengar istilah hukum ketenagakerjaan dan hukum kerja. Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Hukum ketenagakerjaan semula dikenal dengan istilah perburuhan. Sedangkan hukum kerja digunakan sebagai pengganti istilah hukum perburuhan, dengan ruang lingkup atau cakupan dan pengertian yang sama dengan hukum perburuhan yaitu berkaitan dengan keadaan bekerjanya buruh/pekerja pada suatu perusahaan. Menurut Mr. Molenaar Hukum Perburuhan (ketenagakerjaan) adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dan majikan, buruh dengan buruh, dan buruh dengan penguasa.
Reformasi membawa dampak yang besar bagi bangsa Indonesia, terutama dibidang hukum, yakni tatanan hukum mengalami perubahan, termasuk juga di bidang kenenagakerjaan dan hukum kerja. Perubahan itu tampak dengan adanya perubahan peraturan perundang-undangan. Ada tiga undang-undang yang sangat berpengaruh terhadap kondisi ketenagakerjaan Indonesia, yaitu Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dengan adanya perubahan peraturan perundang-undangan tersebut maka hak dan kewajiban pihak-pihak yang berperan akan terlindungi sehingga terhindar dari hal-hal yang merugikan salah satu pihak. Hukum ketenagakerjaan/perburuhan dan hukum kerja memiliki hakikat, landasan dan asas, tujuan, sifat, kedudukan yang penting serta adanya perlindungan hukum ketenagakerjaannya. Semua bagian atau unsur-unsur tersebut memiliki hubungan satu sama lain yang saling berkaitan, sehingga saling melengkapi dan tidak bisa di pisahkan. Misalkan hukum ketenagakerjaan/perburuhan memiliki tujuan yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Maka dari itu dalam makalah ini akan di bahas mengenai hukum ketenagakerjaan dan hukum kerja.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian hukum ketenagakerjaan dan hukum kerja?
2. Apakah landasan dan asas hukum ketenagakerjaan?
3. Apakah tujuan hukum ketenagakerjaan?
4. Bagaimana hakikat dan perlindungan hukum ketenagakerjaan?
5. Bagaimana sifat dan kedudukan hukum ketenagakerjaan?
6. Bagaimana prinsip dan kedudukan hukum kerja?
7. Bagaimana UndangUndang Perindustrian di Indonesia dan apa manfaatnya?
C. TUJUAN
1. Untuk memahami pengertian hukum ketenagakerjaan dan hukum kerja.
2. Untuk mengetahui landasan dan asas hukum ketenagakerjaan.
3. Untuk mengetahui tujuan hukum ketenagakerjaan.
4. Untuk memahami hakikat dan perlindungan hukum ketenagakerjaan.
5. Untuk mengetahui sifat dan kedudukan hukum ketenagakerjaan.
6. Untuk mengetahui prinsip dan kedudukan hukum kerja.
7. Untuk Mengetahui UndangUndang Perindustrian di Indonesia dan apa manfaatnya
D. Metode Penelitian
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka yakni dengan menggunakan buku-buku ilmiah, Peraturan Perundang-undangan, dan Diktat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN DAN HUKUM KERJA
Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Hukum ketenagakerjaan semula dikenal dengan istilah perburuhan. Setelah kemerdekaan ketenagakerjaan di Indonesia diatur dengan ketentuan Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Ketentuan Tenaga Kerja. Pada tahun 1997 undang-undang ini diganti dengan Undang-Undang No. 25 tahun 1997 ternyata menimbulkan banyak protes dari masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan masalah menara Jamsostek yang dibangun berdasarkan dugaan kolusi penyimpangan dana Jamsostek. Keberadaan UU No. 25 Tahun 1997 mengalami penangguhan dan yang terakhir diganti oleh Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 4279 yang selanjutnya disingkat dengan UU No. 13 Tahun 2003).
Apabila ditelaah dari pengertian istilah, hukum ketenagakerjaan terdiri atas dua kata, yaitu hukum dan ketenagakerjaan. Hukum dapat diartikan sebagai norma hukum, yakni norma yang dibuat oleh pemegang kekuasaan yang berwenang. Norma hukum dapat berbentuk norma hukum yang tertulis maupun norma hukum yang tidak tertulis. Adapun pengertian tenaga kerja meliputi pegawai negeri, pekerja formal, pekerja informal, serta orang yang belum bekerja atau pengangguran.
Ketenagakerjaan berasal dari kata dasar “tenaga kerja” yang diartinya; “segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, sesudah masa kerja”.
Hukum ketenagakerjaan dahulu disebut hukum perburuhan yang merupakan terjemahan dari arbeidsrechts. Terdapat beberapa pendapat atau batasan tentang pengertian hukum perburuhan. Molenaar memberikan batasan pengertian dari arbeidsrechts adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa.
Menurut Mr. MG Levenbach, arbeidsrechts sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, di mana pekerjaan itu dilakukan di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja itu. Iman Soepomo memberikan batasan pengertian hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
Hukum Perburuhan bukanlah orang yang bekerja atas usaha sendiri, tetapi yang bekerja atas usaha sendiri, tetapi yang bekerja pada orang atau pihak lain. Namun karena ketentuan ini sangat luas maka diadakan pembatasan-pembatasan tentang macam pekerjaan yang tidak tercakup dalam hukum perburuhan, yakni :
“Hukum perburuhan adalah sebagian dari hukum yang berlaku (segala peraturan-peraturan) yang menjadi dasar dalam mengatur hubungan kerja antara buruh (pekerja) dengan majikan atau perusahaannya, mengenai tata kehidupan dan tata kerja yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.
Pengertin hukum perburuhan mengandung tiga unsur, yaitu :
1. adanya peraturan,
2. bekerja pada orang lain, dan
3. upah
Peraturan mencakup antara hukum yang tertulis dan hukum yang tidak tertulis. Hukum yang tertulis meliputi seluruh peraturan prundang-undangan berdasarkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan yang ditur dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
2. Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah.
Hukum yang tidak tertulis misalnya hukum kebiasaan.
Bekerja pada orang lain dapat diartikan orang tersebut bekerja di luar hubungan kerja (yang meliputi swapekerja/wiraswasta) dan mereka yang bekerja di dalam hubungan kerja. Bekerja pada orang lain di dalam hubungan kerja meliputi mereka yang bekerja kepada negara dan mereka yang bekerja pada orang lain. Bekerja kepada negara disebut pegawai negeri atau atau pegawai pemerintahan. Mereka menjalankan tugas negara berdasarkan surat keputusan pengangkatan pegawai negeri, baik sipil maupun ABRI/TNI. Adapun mereka yang bekerja kepada orang lain adalah mereka yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja atau perjanjian pemborongan.
Selanjutnya penerimaan upah bagi buruh merupakan konsekuensi buruh yang telah menyerahkan tenaganya untuk bekerja. Upah merupakan hak buruh setelah mereka melakukan pekerjaannya. Kebalikan pemberian upah dalam hubungan kerja adalah adanya kewajiban majikan atau pemberi kerja untuk memberi pekerjaan. Adanya kewajiban pemberian upah berarti dapat ditafsirkan adanya kewajiban untuk memberikan pekerjaan.
Pengertian hukum perburuhan menurut Molenaar, Mr. MG Levenbach, dan Iman Soepomo, kesemuanya mengartikan hukum yang mengatur hubungan antara buruh dengan majikan. Adapun pengertian hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Sebelumnya telah disebutkan bahwa tenaga kerja meliputi pegawai negeri, pekerja formal, pekerja informal, dan orang yang belum bekerja atau pengangguran. Dengan demikian, dapatlah diartikan bahwa hukum ketenagakerjaan berarti mencakup bidang hukum kepegawaian (hukum yang mengatur tentang hubungan antara negara dengan pegawai/ pegawai negeri) dan bidang hukum perburuhan (mengatur hubungan antara buruh dengan majikan).
Istilah buruh dapat disebut juga dengan pekerja atau penerima kerja. Adapun istilah majikan dapat disebut dengan pengusaha atau pemberi kerja. Buruh tidak sama dengan pegawai. Perbedaan itu terletak pada subjek hukum yang melakukan hubungan hukum. Hukum perburuhan mengatur hubungan hukum yang dilakukan oleh pengusaha atau pemberi kerja dengan buruh, pekerja atau penerima kerja. Hukum kepegawaian mengatur hubungan hukum yang dilakukan oleh negara dengan pegawai/ pegawai negeri.
Berkaitan dengan hal itu, timbul pertanyaan apakah penamaan UU No. 13 Tahun 2003 dengan Ketenagakerjaan sudah tepat? Apakah penamaan Departemen Tenaga Kerja juga sudah tepat? Apakah penamaan mata kuliah ini dengan nama Hukum Ketenagakerjaan adalah sudah tepat?
Penamaan UU No. 13 Tahun 2003 dengan Ketenagakerjaan adalah kurang tepat karena isi yang terkandung di dalam UU Ketenagakerjaan hanya mencakup ketentuan yang mengatur hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha atau pemberi kerja dengan buruh, pekerja atau penerima kerja (terbatas yang formal saja), serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan itu. Sama sekali belum mengatur tentang hubungan kepegawaian, pekerja yang informal, dan pengangguran.
Penamaan Departemen Tenaga Kerja juga belum tepat karena belum mengatur tentang hubungan kepegawaian dan pekerja yang informal meskipun mengtur juga tentang pengangguran.
Penamaan mata kuliah ini dengan nama Hukum Ketenagakerjaan adalah tidak tepat karena materi yang dipelajari hanya sebatas hal-hal yang berkaitan dengan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha atau pemberi kerja dengan buruh, pekerja atau penerima kerja (terbatas yang formal saja), serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan itu. sama sekali tidak mempelajari tentang hubungan kepegawaian, pekerja yang informal, dan pengangguran.
Oleh karena itu, sebaiknya penamaan mata kuliah ini dengan nama hukum ketenagakerjaan diubah namanya menjadi mata kuliah hukum perburuhan yang lebih mengkhususkan pada bidang hubungan hukum antara buruh dengan majikan saja.
Hukum kerja digunakan sebagai pengganti istilah hukum perburuhan, dengan ruang lingkup atau cakupan dan pengertian yang sama dengan hukum perburuhan yaitu berkaitan dengan keadaan bekerjanya buruh/pekerja pada suatu perusahaan.
B. LANDASAN DAN ASAS HUKUM KETENAGAKERJAAN
Landasan hukum ketenagakerjaan adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa: “Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara republik Indonesia tahun 1945”. Penjelasan Pasal 2 tersebut menyatakan :
Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materil maupun spritual.
Asas hukum ketenagakerjaan adalah asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa : “Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah”.
Penjelasan Pasal 3 tersebut menyatakan :
Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesama dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak, yitu anatara pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung.
C. TUJUAN HUKUM KETENAGAKERJAAN
Menurut Imam Soepomo, tujuan pokok hukum perburuhan adalah pelaksanaan keadilan sosial dalam bidang perburuhan dan pelaksanaanya diselenggarakan dengan jalan melindungi buruh terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pihak majikan. Sedangkan menurut Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 4 Menyatakan Bahwa pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :
1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Jadi pada pokoknya hukum perburuhan bertujuan memberikan perlindungan terhadap buruh/pekerja dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, dan perlindungan mana dapat tercipta dengan adanya peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, meskipun para pihak (buruh/pekerja dan pengusaha) dapat membuat perjanjian dengan bebas tetapi tidak cukup memberikan perlindungan mengingat kedudukan para pihak tidak sama terutama buruh/pekerja secara sosial ekonois lemah.
D. HAKIKAT DAN PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN
Kedudukan pekerja pada hakikatnya dapat ditinjau dari dau segi, yaitu dari segi yuridis dan dari segi sosial ekonomis. Dari segi sosial ekonomis, pekerja membutuhkan perlindungan hukum dari negara atas kemungkinan adanya tindakan sewenag-wenang dari pengusaha.
1. Hakikat Hukum Ketenagakerjaan
Berdasarkan ketentuan Pasal 27 UUD 1945, yaitu setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Ketentuan ini dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 13 Tahun 2003. Pasal 5, yaitu setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Pasal 6, yaitu setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. Kedudukan buruh dan majikan atau antara pengusaha dengan pekerja berbeda dengan kedudukan antara penjual dengan pembeli. Antara penjual dengan pembil sama kedudukannya. Antara keduanya mempunyai kebebasan yang sama untuk menentukan ada atau tidak adanya perjanjian. Kedudukan antara pengusaha dengan pekerja adalah tidak sama. Secara yuridis kedudukan buruh adalah bebas, tetapi secara soisal ekonomis kedudukan buruh adalah tidak bebas.
Pada hakikatnya, kedudukan buruh secara yuridis berdasarkan ketentuan Pasal 27 UUD 1945 adalah sama dengan majikan. Kenyataannya, secara sosial ekonomis kedudukan antara buruh dengan majikan adalah tidak sama (terutama yang unskillabour).
Kedudukan yang tidak sederajat ini mengingat buruh hanya mengandalkan tenaga yang melekat pada dirinya untuk melaksanakan pekerjaan. Selain itu, majikan sering menganggap buruh sebagai objek dalam hubungan kerja. Pekerja sebagai faktor ekstern dalam proses produksi dan bahkan ada yang beranggapan majikan sebagai herr im haus (ibaratnya ini adalah rumahku terserah akan aku gunakan untuk apa). Maksudnya majikan adalah pemilik dari perusahaan itu, sehingga setiap kegiatan apa pun tergantung dari kehendak majikan.
Keadaan ini menimbulkan adanya kecenderungan majikan untuk berbuat sewenang-wenang kepada pekerja/buruhnya.
Buruh dipandang sebagai objek. Buruh dianggap sebagai faktor ekstern yang berkedudukan sama dengan pelanggan pemasok atau pelanggan pembeli yang berfungsi menunjang kelangsunga perusahaan dan bukan faktor intern sebagai bagian yang tidak terpisahkan atau sebagai unsur konstitutif yang menjadikan perusahaan.
Majikan dapat dengan leluasa untuk menekan pekerja/buruhnya untuk bekerja secaramaksimal, terkadang melebihi kemampuan kerjanya. Misalnya majikan dapat menetapkan upah hanya maksimal sebanyak upah minimum provinsi yang ada, tanpa melihat masa kerja dari pekerja itu. Seringkali pekerja dengan masa kerja yang lama upahnya hanya selisih sedikit lebih besar dari upah pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun. Majikan enggan untk meningkatkan atau menaikkan upah pekerja meskipun terjadi peningkatan hasil produksi dengan dalih bahwa takut diprotes oleh perusahaan-perusahaan lain yang sejenis.
Secara sosial ekonomis kedudukan buruh adalah tidak bebas. Sebagi orang yang tidak mempunyai bekal hidup lain dari itu, ia terpaksa bekerja dengan orang lain. Majikan inilah yang pada dasarnya menentukan syarat-syarat kerja. Mengingat kedudukan pekerja yang lebih rendah daripada majikan maka perlu adanya campur angan pemerintah untuk memberikan perlindungan hukumnya.
Perlindungan hukum bagi buruh sangat di perlukan mengingat kedudukannya yang lemah. Disebutkan oleh Zainal Asikin, yaitu
“Perlindungan hukum dari kekuasaan majikan terlaksana apabila peraturan perundang-undangan dalam bidang perburuhan yang mengharuskan atau memaksa majikan bertindak seperti dalam perundang-undangan tersebut benar-benar dilaksanakan semua pihak karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara yuridis saja, tetapi diukur secara sosiologis dan filosofis.”
Bruggink membagi keberlakuan hukum menjadi tiga, yaitu :
a. Keberlakuan faktual, yaitu kaidah dipatuhi oleh para warga masyarakat/efektif kaidah diterapkan dan ditegakkan oleh pejbat hukum;
b. keberlakuan normatif, yaitu kaidah cocok dalam siste hukum hierarkis;
c. keberlakuan evaluatif, yaitu secara empiris kaidah tampak diterima, secara filosofis kaidah memenuhi sifat mewajibkan karena isinya.
2. Perlindungan Hukum ketenagakerjaan
Berdasarkan uraian mengenai hakikat hukum ketenagakerjaan di atas maka menjadi dasar dalam pemberian perlindungan hukum bagi pekerja. Pemberian perlindungan hukum bagi pekerja menurut Iman Soepomo meliputi lima bidang hukum perburuhan, yaitu:
a. Bidang Pengerahan/Penempatan Tenaga Kerja
Bidang pengerahan/pemenpatan tenaga kerja, adalah perlindungan hukum yang dibutuhkan oleh pekerja sebelum ia menjalani hubungan kerja. Masa ini sering disebut dengan masa pra penempatan atau pengerahan.
b. Bidang Hubungan Kerja
Bidang hubungan kerja, yaitu masa yang dibutuhkan oleh pekerja sejak ia menagadakn hubungan kerja dengan pengusaha. Hubungan kerja itu didahului oleh perjanjian kerja. Perjanjian kerja dapat dilakukan dalam batas waktu tertentu atau tanpa batas waktu yang disebut dengan pekerja tetap.
c. Bidang Kesehatan Kerja
Bidang kesehatan kerja, adalah selama menjalani hubungan kerja yang merupakan hubungan hukum, pekerja harus mendapat jaminan atas kesehatannya. Apakah lingkungan kerjanya dapat menjamin kesehatan tubuhnya dalam jangka waktu yang relatif lama.
d. Bidang Keamanan Kerja
Bidang keamanan kerja, adalah adanya perlindungan hukum bagi pekerja atas alat-alat kerja yang dipergunakan oleh pekerja. Dalam waktu relatif singkat atau lama akan aman dan ada jaminan keselamatan bagi pekerja. Dalam hal ini negara mewajibkan kepada pengusaha untuk menyediakan alat keamanan kerja bagi pekerja.
e. Bidang Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Pada 1 Januari 2014 PT Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Sejak 1 Januari 2014 hingga selambat-lambatnya 30 Juni 2015, BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan tiga program yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian, termasuk menerima peserta baru. Penyelenggaraan ketiga program tersebut oleh BPJS Ketenagakerjaan masih berpedoman pada ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek.
Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan beroperasi sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Seluruh pasal UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan POLRI.
E. SIFAT DAN KEDUDUKAN HUKUM KETENAGAKERJAAN
Sifat Hukum Ketenagakerjaan pada dasarnya adalah masuk lingkup hukum privat. Mengingat bidang-bidang kajian hukum itu merupakan satu kesatuan dan tida mungkin untuk dilakukan pemisahan maka menjadikan hukum ketenagakerjaan termasuk ke dalam hukum fungsional, yaitu mengandung bidang hukum yang lainnya.
1. Sifat Hukum Ketenagakerjaan
Ditinjau dari sifatnya, hukum perburuhan dapat bersifat privat/perdata dan dapat pula bersifat publik. Bersifat privat karena mengatur hubungan antara orang-perorangan (pembuatan perjanjian kerja). Bersifat publik karena pemerintah ikut campur tangan dalam masalah-masalah perburuhan serta adanya sanksi pidana dalam peraturan hukum perburuhan.
Buruh perlu dilindungi oleh negara melalui campur tangan pemerintah. Bentuk perlindungan yang diberikan pemerintah adalah membuat peraturan-peraturan yang mengikat buruh dan majikan; membina dan mengawasi proses hubungan industrial.
1.
Saat ini hukum ketenagakerjaan mendasarkan pada ketentuan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menggantikan UU No. 25 tahun 1997 yang keberadaannya menimbulkan perdebatan, sehingga ditunda masa berlakunya oleh UU No. 11 tahun 1998 jo. Perpu No.3 Tahun 2000 jo. UU No. 28 Tahun 2000 sampai tanggal 1 Oktober 2002.
Kenyataannya pengganti UU No. 25 Tahun 1997 yang meliputi RUU pembinaan dan perlindungan ketenagakerjaan (PKK) dan RUU penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) itu disetujui oleh DPR tanggal 25 Februari 2003. Diundangkannya UU No. 13Tahun 2003 dalam lembaran Negara No. 39 Tahun 2003 dan TLN No.4279 hanya mencakup materi RUU pembinaan dan perlindungan ketenagakerjaan (PKK), sedangkan RUU PPHI disahkan menjadi UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
2. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan
Kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam tata hukum Indonesia terletak di bidang hukum administrasi/tata negara, hukum perdata, dan hukum pidana. Kedudukan tersebut membawa konsekuensi yuridis bahwa ketentuan peraturan-peraturan hukum ketenagakerjaan haruslah mendasarkan pada teori hukum yang menelaah bidang tersebut. Sayangnya hal ini masih jauh terlaksanana apabila kita melakukan pengkajian.
Kedudukan hukum ketenagakerjaan didalam tata hukum Indonesia, dapat di lihat dalam gambar 1.4 berikut ini.
Hukum Perdata Hukum Administrasi
Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan
Hukum Pidana
Ketenagakerjaan
a. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum Perdata
Kedudukan hukum ketenagakerjaan di bidang hukum perdata pada hakikatnya yang memegang peranan penting di dalam hubungan industrial adalah pihak-pihaknya, yaitu buruh dan majikannya saja.
Hubunga antara pengusaha dan pekerja didasarkan pada hubungan hukum privat. Hubungan ini didasarkan pada hukum perikatan yang menjadi bagian dari hukum perdata. Pemerintah hanya berlaku sebagai pengawas atau lebih tepatnya dapat menjalankan fungsi fasilitator apabila ternyata dalam pelaksanaannya muncul suatu perselisihan yang tidak dapat mereka selesainya.
b. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum Administrasi
Kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam hukum administrasi yang diperhatikan ada dua hal, yaitu subjek hukum dalam penyelenggaraan negara dan bagaimana peranannya. Subjek hukum dalam penyelenggaraan negara menyangkut tiga hal, yaitu pejabat, lembaga, dan warga negara. Pejabat dalam hal ini adalah pejabat negara yang tunduk pada ketentuan hukum administrasi.
Peranannya beraitan dengan menjalankan fungsi negara di dalam pembuatan peraturan atau pemberian izin (bestuur), bagaimana negara melakukan pencegahan terhadap sesuatu hal yang dapat terjadi (politie) dan bagaimana upaya hukumnya (rechtspraak). Pemerintahan sebagai penyelenggara negara di bidang ketenagakerjaan harus dapat melaksanakan ketiga fungsi itu dengan baik.
c. Keduduan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum Pidana
Kedudukan hukum perburuhan dalam hukum pidana adalah pentingnya penerapan sanksi hukum bagi pelanggar peraturan perundang-undangan. Terdapat asas legalitas dalam hukum pidana, yaitu suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut sudah dituangkan dalam suatu undang-undang. Penerapan sanksi harus mendasarkan pada ada tidaknya kesalahan yang dibuktikan dengan adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat yang terjadi. Sanksi, hakihatnya merupakan perampasan hak seseorang, oleh kerena itu harus dibuat secara demokratis. Bentuk peraturan yang mencerminkan situasi demokratis adalah undang-undang atau peraturan daerah karena dalam pembuatannya melibatakan suara atau wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR atau di DPRD
Kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam tata hukum Indonesia secara teoretis dapat dipisahkan menjadi tiga bidang yaitu perdata, administrasi, dan pidana. Dalam praktiknya harus dijalankan secara berhubungan satu sama lain. Hubungan hukum yang dilakukan oleh pengusaha dan pekerja didasarkan pada perjanjian kerja, pengaturannya masuk lingkup hukum perikatan yang menjadi bagian hukum perdata. Selama proses pembuatan, pelaksanaan dan berakhirnya hubungan kerja harus diawasi oleh pemerintah sebagai konsekuensi menjalankan fungsi best tuur politie dan rechtspraak. Apabila selama proses pembuatan, pelaksanaan dan berakhirnya hubungan kerja terdapat pelanggaran hukum maka dapat diterapkan sanksi pidana yang menjadi kajian dalam bidang hukum pidana
Permasalahan hukum perburuhan yang lainnya adalah dalam kaitannya dengan globalisasi. Tenaga kerja yang tersedia di Indonesia sebagian besar adalah unskilllabour, sementara tuntutan secara universal dalam kaitannya dengan era pasar bebas menuntut adanya kesempatan dan perlakuan yang sama bagi tenaga kerja (servis/jasa) dan barang yang masuk atau yang keluar. Hal ini berarti setiap orang dapat bekerja di dalam negerinya sendiri atau di negara lain tanpa adanya pembatasan-pembatasan atau perlakuan yang tidak adil. Demikian juga dengan barang yang masuk atau keluar tidak boleh diadakan pembedaan bea pada saat ini pun sebenarnya sudah dapat dirasakan oleh pengusaha aluminium Indonesia dimana baru-baru ini sudah masuk aluminium dari australia dengan harga yang lebih murah dengan mutu yang lebih baik. Selain itu juga ditemukan fakta bahwa harga kursi Betawi di Malaysia jauh lebih murah daripada di Indonesia.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa hal itu dapat terjadi? Australia kita ketahui bukan sumber aluminium, jauh lebih banyak kandungan aluminuim Indonesia dan upah tenaga kerja di sana jauh lebih mahal daripada di Indonesia. Sementara itu, kursi Betawi jelas-jelas produksi Indonesia.mungkin penyebabnya adalah di Indonesia telah terjadi inevisiensi biaya produksi, sehingga output yang dihasilkan kurang memenuhi sasaran persaingan. Atau mungkin inefisiensi terletak pada biaya siluman, Indonesia terkenal sebagai negara korup.
F. PRINSIP DAN KEDUDUKAN HUKUM KERJA
1. Prinsip Hukum Kerja
Prinsip hukum kerja adalah “Serangkaian peraturan yang mengatur segala kejadian yang berkaitan dengan bekerjanya seseorang pada orang lain dengan menerima upah”.
a. Serangkaian Peraturan
Serangkaian peraturan yang dimaksud adalah sumber hukum di mana kita menemukan peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum kerja. Peraturan-peraturan tersebut bukannya terkodifikasi dalam satu buku, seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata, tetapi tersebut dalam berbagai perundang-undangan.
Era tahun 2000-an ada tiga peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum kerja :
1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja atau Serikat Buruh.
2) Undang-undang Nomor13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelegaraan Jaminan Sosial.
Sumber hukum tertulis yang merupakan ciri khas hukum kerja :
1) Peraturan Perusahaan; peraturan yang dibuat pengusaha tentang syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
2) Perjanjian Kerja; perjanjian antara pekerja dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.
3) Perjanjian Kerja Bersama; perjanjian hasil perundingan satu atau beberapa serikat pekerja yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
b. Peraturan tersebut mengatur segala kejadian
Segala kejadian yang dimaksud adalah kejadian yang berkaitan yang berkaitan dengan masa penempatan (bekerjanya) seseorang pada pihak lain. Selama seseorang bekerja pada orang lain, banyak hal yang bisa saja terjadi, misalnya :
1) Yang bersangkutran sakit,
2) Hamil/bersalin,
3) Kecelakaan,
4) Menjaga keselamatan dan kesehatan kerja,
5) Cuti,
6) Diputuskan hubungan kerjanya, dan lain-lain kejadian yang perlu pengaturannya dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Kesemuanya itu haruslah tercakup dalam peraturan ketenagakerjaan, khususnya dalam hukum kerja, yaitu hukum yang mengatur tenaga kerja dalam masa bekerja (during imployment)
c. Adanya orang yang bekerja pada Pihak Lain
Maksudnya seseorang bekerja dengan bergantung pada orang lain yang memberi perintah dan menguasainya sehingga orang tersebut harus tunduk pada orang lain yang mempekerjaannya. Yang tidak tercakup dalam hukum kerja :
1) Seseorang yang bekerja untuk kepentingan sendiri, dengan resiko dan tanggung jawab sendiri.
2) Orang yang bekerja atas resikon sendiri, misal praktek dokter.
3) Bekerjanya secara sukarela untuk kepentingan orang lain atau masyarakat.
4) Bekerja karena melaksanakan suatu sanksi, misal narapidana.
5) Bekerja untuk melaksanakan kewajiban Negara, misal wajib militer.
d. Adanya Upah
Upah merupakan unsur terpenting dalam bekerjanya seseorang kepada orang lain. Oleh karena itu, jika seseorang bekerja pada orang lain tanpa mendapatkan upah, tidaklah tergolong hukum kerja.
2. Kedudukan Hukum Kerja
Kedudukan berarti status atau keadaan yang sebenarnya. Dalam kaitannya dengan pengertian ini, maka dalam bagian ini akan diuraikan keadaan hukum kerja sepanjang sejarah sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan.
a. Sebelum Kemerdekaan
Keadaan hukum kerja sangat memprihatinkan. Pada masa itu jenis hubungan kerja terdiri atas :
1) Perbudakan
Perbudakan adalah suatu jenis hubungan kerja dimana budak tidak memiliki hak apapun. Para budak hanya mempunyai kewajiban untuk melakukan segala peerjaan dan perintah majikan tanpa boleh menentang. Majikan adalah pihak yang berkuasa penuh terhadap perekonomian, hidup dan mati para budak. Sebab-sebab terjadinya perbudakan di Indonesia :
a) Kerajaan-kerajaan yang melakukan peperangan dan kalah diwajibkan secara teratur mengirimkan budak-budak serta upeti.
b) Kepada suka dan orang-orang yang dianggap kuat selalu menggunakan kharismanya, sehingga banayk penduduk yang lemah mengabdi kepada mereka, dan akhirnya tunduk pada perintahnya.
c) Adanya saudagar-saudagar silam yang memang memelihara dan menjamin kelangsungan hidup orang-orang yang keadaan ekonominya minim.
d) Adanya orang-orang yang sangat menderita sehingga kurang mampu dan menyerahkan nasibnya pada orang-orang tertentu yang tingkat kesejahteraan hidupnya lebih baik.
Tahun 1836 dikeluarkan RR 1836 dilanjutkan dengan RR 1854 dalam pasal 115-117secara tegas menghendaki agar perbudakan dihapus paling lambat 1 januari 1860.
2) Rodi (Kerja Paksa)
Rodi adalah suatu kehendak atau perbuatan penguasa untuk mengerahkan penduduk mengerjakan pekerjaan tanpa pemberian imbalan atau upah, dan tanpa perikemanusiaan.
Imam Soepomo membagi rodi dalam tiga jenis ;
a) Rodi gubernemen; untuk para gubernur dan pegawainya.
b) Rodi perorangan; untuk kepentingan kepala dan pembesar-pembesar Indonesia.
c) Rodi desa; untuk kepentingan desa.
3) Poenali Sanksi
Tahun 1819 di Hindia Belanda sudah ada hubungan kerja, tanpa ada paksaan siapapun. Namun karena perusahaan-perusahaan perkebunan waktu itu sulit untuk mendapatkan buruh karena adanya rodi, maka pemerintah Belanda mengelurkan stb 1838 No. 50, dimana penguasa diberikan kewenangan untuk mengadakan perjanjian kerja dengan kepala desa. Dalam perjanjian kerja tersebut ditentukan antara lain :
a) Jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.
b) Besarnya upah yang diberikan.
c) Perumahan dan pangan serta macam pekerjaan yang akan dikerjakan
Tetapi terdapat ketimpangan dimana tenaga kerja yang dikirim tidak mendapatkan upah dan mereka mendapat perlakuan yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan, hak dan kewajiban tenaga kerja mereka tidak tahu sama sekali, akhirnya banyak yang melarikan diri dari tempat kerja sehingga perusahaan kekurangan tenaga kerja lagi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah mengeluarkan stb. 1876 No. 111 dengan nama Algemen Politic Stafleglemen, yang antara lain menentukan : “Seseorang yang tiada alasan yang dapat diterima meninggalakan atau menolak melaksanakan pekerjaan dapat dipidana dengan denda anatar 16-20 guilden atau dengan rodi selama 7 sampai 12 hari”. Dengan anacaman pidana inilah, hubungan kerja ini disebut Poenali Sanksi. Poenali Sanksi sangat menekan tenaga kerja karena :
a) Boleh meninggalakan tempat kerja dengan izin tertulis; tanpa izin tertulis didenda 50 guilden atau kerja 1 tahun tanpa upah.
b) Tenaga kerja yang tidak melakukan kewajiban dikenakan sanksi.
c) Apabila mendapat izin untuk meninggalkan tempat kerja harus membawa kartu pengenal ; sanksi denda 25 guilden atau kerja tanpa upah selama 12 hari.
d) Apabila terkena hukum pidana, setelah mendapat kebebasan, polisi wajib mengembalikannya ketempat kerja.
e) Tidak dibenarkan dengan alasan apapun untuk melakukan PHK sepihak.
f) Masyarakat tidak diperkenankan memberikan pondokan kepada tenaga kerja yang meninggalkan tempat kerja tanpa izin dan tidak membawa tanda pengenal.
Ketentuan-ketentuan diatas sangat merugikan tenaga kerja karena bertentangan dengan hak asasi manusia. Oleh karena itu, pemerintah Belanda mengeluarkan stb.1941 No.514 yang menghapus poenali sanksi sejak tanggal 1 januari 1942.
b. Sesudah Kemerdekaan
Masalah ketenagakerjaan diatur dalam UUD 1945 diatur dalam pasal 27 (2) : “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Setelah Indonesia mempertahankan kedaulatannya pada tahun 1948, pemerintah mulai memperhatikan masalah ketenagakerjaan dan mengeluarkan berbagai peraturan seperti:
1) UU No. 33 tahun 1947 jo. UU No. 2 tahun 1952 tentang kecelakaan.
2) UU No. 12 tahun 1948 jo. UU No. 1 Tahun 1951 tentang kerja.
3) UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
4) UU No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja
Kemudian dalam era 2000-an undang-undang tersebut sebagian besar dicabut dan diganti.
G. HUKUKM PERINDUSTRIAN INDONESIA DAN MANFAATNYA
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa “Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.
Definisi Hukum menurut Utrecht adalah himpunan petunjuk hidup, perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat. menurut Utrecht penyebab hukum ditaati adalah:
• Karena orang merasakan peraturan dirasakan sebagai hukum.
• Karena orang harus menerimanya supaya ada rasa tentram.
• Karena masyarakat menghendakinya.
• Karena adanya paksaan (sanksi) sosial.
Sedangkan definisi Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah barang mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi untuk dijadikan barang yang lebih tinggi kegunaannya atau secara garis besar dapat disimpulkan bahwa industri adalah kumpulan dari beberapa perusahaan yang memproduksi barang-barang tertentu dan menempati areal tertentu dengan output produksi berupa barang atau jasa.
Jadi Hukum industri adalah ilmu yang mengatur masalah perindustrian yang berada di Indonesia bahkan dunia. Mengatur bagaimana cara perusahaan mengatur perusahaannya dan sanksi-sanksi apa saja yang akan diterima jika perusahaan tersebut melanggar sanksi tersebut.
Undang-Undang Perindustrian di Indonesia
Undang-undang mengenai perindustrian di atur dalam UU. No. 5 tahun 1984, yang mulai berlaku pada tanggal 29 juni 1984. Undang-undang no.5 tahun 1984 mempunyai sistematika sebagai berikut :
Bab I. ketentuan umum pada pasal I UU. No 1 tahun 1984 menjelaskan mengenai peristilahan perindustrian dan industi serta yang berkaitan dengan kedua pengertian pokok tersebut. Dalam uu no.5 tahun 1984 yang dimaksud dengan :
a. Perindustrian adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan industry
b. Industri dimana merupakan suatu proses ekonomi yang mengolah bahanmetah, bahan baku dan bahan setengah jadi menjadi barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
c. Kelompok industri sebagai bagian utama dari perindustrian yang terbagi dalam tiga kelompok yakni industri kecil, industri madia dan industri besar.
Kemudian pada pasal 2 uu no 5 tahun 1984 mengatur mengenai landasan dari pembangunan industri, dimana landasan pembangunan industri di Indonesia berlandaskan pada :
a. Demokrasi ekonomi, dimana sedapat munkin peran serta masyarakat baik dari swasta dan koprasi jangan sampai memonopoli suatu produk.
b. Kepercayaan pada diri sendiri, landasan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat membangkitkan dan percaya pada kemampuan diri untuk dalam pembnagunan industri.
c. Manfaat dimana landasan ini mengacu pada kegiatan industri yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat.
d. Kelestarian lingkungan hidup pada prinsipnya landasan ini mengharapkan adanya keseimbangan antara sumber daya alam yang ada serta kelestarian lingkungan guna masa depan generasi muda.
e. Pembangunan bangsa dimaksudkan dalam pembangunan industri harus berwatak demokrasi ekonomi
Manfaat Hukum Industri
Adapun tujuan-tujuan dari dibuatnya hukum industri adalah :
• Hukum sebagai sarana pembaharuan/ pembangunan di bidang industri dalam perspektif ilmu-ilmu yang lain
• Hukum industri dalam sistem kawasan berdasarkan hukum tata ruang
• Hukum industri dalam sistem perizinan yang bersifat lintas lembaga dan yurisdiksi hukum industri dalam perspektif global dan lokal
• Hukum alih teknologi, desain produksi dan hukum konstruksi serta standardisasi
• Masalah tanggungjawab dalam sistem hukum industri
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Hukum ketenagakerjaan semula dikenal dengan istilah perburuhan.
Landasan hukum ketenagakerjaan adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Asas hukum ketenagakerjaan adalah asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.
Hukum perburuhan bertujuan memberikan perlindungan terhadap buruh/pekerja dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, dan perlindungan mana dapat tercipta dengan adanya peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, meskipun para pihak (buruh/pekerja dan pengusaha) dapat membuat perjanjian dengan bebas tetapi tidak cukup memberikan perlindungan mengingat kedudukan para pihak tidak sama terutama buruh/pekerja secara sosial ekonois lemah.
Pada hakikatnya, kedudukan buruh secara yuridis berdasarkan ketentuan Pasal 27 UUD 1945 adalah sama dengan majikan. Hukum perburuhan dapat bersifat privat/perdata dan dapat pula bersifat publik. Bersifat privat karena mengatur hubungan antara orang-perorangan (pembuatan perjanjian kerja). Bersifat publik karena pemerintah ikut campur tangan dalam masalah-masalah perburuhan serta adanya sanksi pidana dalam peraturan hukum perburuhan. Kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam tata hukum Indonesia terletak di bidang hukum administrasi/tata negara, hukum perdata, dan hukum pidana
Hukum ketenagakerjaan bersumber pada :
1. Undang-Undang;
2. Peraturan Lain : Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan atau Keputusan;
3. Kebiasaan;
4. Putusan;
5. Perjanjian;
6. Traktat;
Prinsip hukum kerja adalah “Serangkaian peraturan yang mengatur segala kejadian yang berkaitan dengan bekerjanya seseorang pada orang lain dengan menerima upah”.
Pada hakikatnya hukum kerja dengan semua peraturan perundang-undangan bertujuan melaksanakan keadilan sosial dengan memberikan perlindungan kepada buruh terhadap kekuasaan pengusaha, dengan sifat peraturan yang memaksa dan memberikan sanksi tegas kepada pengusaha yang melanggar. Dengan sifatnya yang memaksa ikut campur pemerintah, membuat hukum kerja menjadi hukum publik dan privat sekaligus.
Hukum industri adalah ilmu yang mengatur masalah perindustrian yang berada di Indonesia bahkan dunia. Mengatur bagaimana cara perusahaan mengatur perusahaannya dan sanksi-sanksi apa saja yang akan diterima jika perusahaan tersebut melanggar sanksi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika,Jakarta, 2009.
Dede Agus, Hukum Perburuhan Konvensi ILO, Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Serang, 2012.
Ikomatussuniah, Diktat Hukum Ketenagakerjaan, Serang, 2013.
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007.
Zainal Asikin, dkk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.
Dhermawan, 2015, Hukum Perindustrian Indonesia, (Online), Tersedia di: http://dhermawan1991.blogspot.com/2015/03/makalah-1-hukum-industri-di-indonesia.html, Diakses Pada Tanggal 28 September 2019 Pukul 22:09 WIB
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-undan1g Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Komentar
Posting Komentar