Penagihan pajak

BAB I
PENDAHULUAN
Pajak merupakan tagihan yang dilakukan pemerintah suatu Negara kepada rakyatnya guna perkembangan Negara tersebut baik dalam konteks ekonomi, pendidikan, politik, pertahanan dll. Untuk lebih memahami tentang Penagihan Pajak, silahkan disimak penjelasan seputar Penagihan Pajak berikut ini. Namun dalam pelaksanaannya banyak hamabatan yang sering terjadi seperti penagihan pajak dll.
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak. Maka dalam pembahasan kali ini kami akan membahas seputar penagihan pajak beserta ruang lingkupnya. Mulai dari seperti apa Penagihan pajak?    Dasar penagihan pajak? Bagaimana mekanisme barang yang disita oleh jurusita pajak? Dan hal lain yang berkaitan dengan penagihan pajak dan barang yang disita. 
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penagihan Pajak
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agae penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara:
1. Menegur atau memperingatkan.
2. Melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus.
3. Memberitahukan surat paksa.
4. Mengusulkan pencegahan.
5. Melaksanakan penyitaan.
6. Melaksanakan penyandraan.
7. Menjual barang yang telah disita.
B. Dasar Penagihan Pajak
Surat ketetapan maupun surat keputusan yang menjadi dasar penagihan pajak antara lain adalah sebagai berikut :
1. Surat tagihan pajak,
2. Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan,
3. Surat keputusan pembetulan,
4. Surat keputusan keberatan dan,
5. Putusan banding,
Yang menyebabkan jumblah pajak yang harus dibayar bertambah besar.
Dalam Undang-undang KUP ayat (1) Surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, serta surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, dan surat keputasan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumblah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.
C. Wewenang Pejabat Penagihan Pajak
Kepala KPP adalah pejabat yang diberikan wewenang dalam penagihan pajak, yang meliputi seperti berikut :
Mengangkat dan memberhentikan juru sita pajak menerbitkan:
1. Surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis.
2. Surat perintah penagihan seketika dan sekaligus.
3. Surat paksa.
4. Surat perintah melaksanakan penyitaan.
5. Surat perintah penyanderaan.
6. Surat pencabutan sita.
7. Pengumuman lelang.
8. Surat penentuan harga limit.
9. Pembatalan lelang dan,
10. Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.
D. Juru Sita Pajak Negara
Juru sita pajak Negara (JPSN) adalah pelaksanaan pada KPP yang telah mendapatkan pendidikan khusus berkaitan dengan penyitaan,diangkat dan di sumpah sebagai JPSN.
1. Tugas Juru Sita Pajak
Tugas juru sita pajak Negara antara lain sebagai berikut :
a) Melaksanakan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus.
b) Memberitahukan surat paksa.
c) Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan surat pemerintah melaksakan penyitaan dan,
d) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyandraan.
Juru sita pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal jurusita pajak dan harus diperhatikan kepada penanggung pajak.
2. Wewenang Jurusita Pajak
Wewenang juru sita pajak antara lain :
a) Dalam melaksanakan penyitaan, berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha, di trmpat kedudukan, atau di trmpat tinggal penanggung pajak, atau di tempat lain yang dapat di duga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
b) Dalam melaksanakan tugasnya, dapat meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan pemerintah daerah setempat, Badan Pertahanan Internasional, Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Pengadilan Negri, Bank atau pihak lain.
c) Menjalankan tugas di wilayah kerja pejabat yang mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain dengan keputusan mentri keputusan kepala desa.
E. Penagihan Seketika
Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh JPSN tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan tahun pajak. Surat perintah penangihan seketika dan sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan surat paksa terdapat pada undang-undang KUP pasal 20 ayat (2).
Jurusita pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus yang diterbitkan pleh pejabat apabila:
a) Penangung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.
b) Penanggung pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengkecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerja yang dilakukanya di Indonesia.
c) Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainya.
d) Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara lain atau,
e) Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepalilitan.
f) Surat perintah penagihan seketika dan sekaligus sekurang-kurangnya memuat;
g) Nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak.
h) Besarnya utang pajak.
i) Perintah untuk membayar dan,saat pelunasaan pajak.



F. Langkah-Langkah Penagihan Pajak
Tindakan penagihan aktif dilakukan oleh jurusita pajak dan juga pejabat penagihan, dengan langkah-langkah seperti berikut:
a. Surat teguran
Surat teguran, surat peringatan atau surat lainya yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.
Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.
b. Surat paksa.
Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak (Pasal 1 huruf 21 UU KPU). Surat paksa diterbitkan apabila :
1) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.
2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus atau,
3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Tercantum dalam UU KUP pasal 20 Ayat 1 dan UU KUP Pasal 20 Ayat 3.
c. Pemberitahuan Surat Paksa
Surat paksa SP diberitahukan oleh jurusita pajak dengan pernyataan dan penyerahaan salinan SP kepada penanggung pajak. Pengajuan keberatan oleh WP mengakibatkan penundaan pelaksanaan SP. Pemberitahuan dituangkan dalam berita acara yang sekurang kurangnya memuat:
1) Hari dan tanggal pemberitahuan surat paksa.
2) Nama jurusita pajak.
3) Nama yang menerima,
4) Tempat pemberitahuan surat paksa.
Pemberitahuan SP kepada penanggung pajak, dapat dilakukan kepada atau dengan cara:
1) Orang pribadi.
2) Badan.
3) WP pailit.
4) Kuasa WP.
5) Pemerintah Daerah.
6) Pengumuman.
7) Bantuan Pejabat.

G. Surat Sita
Penyitaan adalah tindakanJurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.
Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam surat paksa, pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan.
Penyitaan dilaksanakan oleh jurusita pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya orang saksi yang memenuhi syarat:
1. Telah dewasa
2. Penduduk Indonesia
3. Dikenal oleh jurusita pajak, dan
4. Dapat dipercaya
Setiap melaksanakan penyitaan, jurusita pajak membuat berita acara pelaksanaa sita yang ditandatangani oleh jurusita pajak, penanggung pajak dan saksi-saksi. Dalam hal penanggung pajak adalah badan maka berita acara pelaksanaan sita ditandatangani oleh pengurus kepala perwakilan, atau perusahaan. s


H. Penyitaan tidak dihadiri penanggung pajak
Walaupun penanggung pajak tidak hadir, penyitaan tetap bisa dilaksanakan dengan syarat salah seorang saksi berasal dari pemerintah daerah setempat. Dalam hal ini, berita acara ditandatangani oleh jurusita pajak dan saksi-saksi.
Berita acara pelaksanaan sita tetpa mempunyai kekuatan mengikat, meskipun penanggung pajak menolak menandatangani berita acara sita.
Salinan berita acara pelaksanaan sita dapat ditempelkan pada barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita.
I. Objek sita
Objek sita adalah barang penanggung pajak yang dijadikan jaminan utang pajak. Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik penganggung pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau ditempat lain termasuk yang penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan hutang tertentu yang dapat berupa:
5. Barang bergerak
6. Barang tidak bergerak
Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dll.
Barang tidak bergerak seperti tanah, bangunan, dll.
J. Objek sita di luar wilayah kerja
Dalam hal objek sita berada di luar wilayah kerja pejabat yang menerbitkan SP, Pejabat meminta bantuan kepada pejabat yang wilayah kerjanya meliputi objek sita berada untuk menerbitkan SPMP terhadap objek sita dimaksud, kecuali ditetapkan oleh keputusan menteri dan keputusan kepala daerah.
Dalam hal objek sita letaknya berjauhan dengan tempat kedudukan pejabat tetapi dalam wilayah kerjanya, pejabat dimaksud dapat meminta bantuan kepada pejabat yang wilayah kerjanya juga meliputi tempat objek sitta berada untuk menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan.
Pejabat yang diminta bantuan memberitahukan pelaksanaan surat perintah melaksaanakan penyitaan dimaksud kepada pejabat  yang meminta bantuan segera  setelah penyitaan dilaksanakan dengan mengirimkan berita acara pelaksanaan sita.


K. Sita tambahan
Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila:
1. Nilai barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, atau
2. Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.
L. Pencabutan sita
Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain dengan keputusan menteri dan keputusan kepala daerah. Pencabutan ini dilaksanakan berdasarkan surat pencabutan sita yang diterbitkan oleh pejabat
Dalam hal penyitaan dilaksanakan terhadap barang yang kepemilikannya terdaftar, tindakan surat pencabutan sita disampaikan kepada instansi tempat barang tersebut terdaftar.
M. Milik barang yang disita
Penyitaan terhadap penanggung pajak badan rapat dilaksanakan terhadap barang milik:
1. Perusahaan
2. Pengurus
3. Kepala perwakilan
4. Kepada cabang
5. Penanggung jawab
6. Pemilik modal, baik ditempat kedudukan yang bersangkutan, ditempat tinggal mereka maupun ditempat lain.
N. Batas barang yang disita
Penyitaan barang penanggung pajak dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup olej jurusita pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
O. Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan
Barang bergerak milik penanggung pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:
1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya
2. Persediaan makanan dan minuman dan peralatan memasak
3. Perlengkapan yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara.
4. Buku buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan dan alat-alat yang digunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan
P. Barang yang sudah disita
Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh pengadilan negeri atau Instansi lain yang berwenang. Terhadap barang yang telah disita, jurusita pajak menyampaikan SP kepada pengadilan negeri atau instansi lain yang berwenang, dan tindakan pengadilan negeri berkaitan dengan barang yang telah disita antara lain:
1. Siding berikutnya menetapkan barang yang telah disita dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak
2. Instansi lain yang berwenang melakukan penyitaan, setelah menerima SP menjadikan barang yang telah disita dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak.
3. Pengadilan negeri yang berwenang menentukan pembagian hasil penjualan barang dimaksud berdasarkan ketentuan hak mendahulu Negara untuk tagihan pajak.
4. Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap segera disampaikan kepada kantor lelang untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian hasil lelang.
Q. Larangan terhadap barang sita
Terhadap barang sita, maka penanggung pajak dilarang:
1. Memindahkan hak, memindah tangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang disita.
2. Membebani barang tidak bergerak dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu
3. Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau diagunkan untuk pelunasan utang tertentu, dan atau
4. Merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan berita acara pelaksanaan sita yang telah ditempel pada barang sitaan.






BAB III
KESIMPULAN
Pajak merupakan tagihan yang dilakukan pemerintah suatu Negara kepada rakyatnya guna perkembangan Negara tersebut baik dalam konteks ekonomi, pendidikan, politik, pertahanan dll. Dalam mekanisme perpajakan ada yang dinamakan penagihan pajak. Panagihan pajak dilakukan oleh lembaga pajak kepada masyarakat dengan nominal yang telah ditentukan.
Kemudian dalam hal itu, tidak sedikit dalam proses penagihan pajak banyak sekali kendala-kendala yang terjadi dilapangan, seperti pajak yang tidak dibayar atau telat bayar, baik lembaga atau perorangan.
Didalam mengatasi hal itu tentu ada prosedur-prosedur yang dilakukan sebagaimana pembahasan diatas, baik dalam konteks manajemen atau administrasi. Terhadap penagihan pajak yang macet, ada prosedur penyitaan barang yang dilakukan oleh jurusita pajak. Diman terdapat syarat-syarat yang menyita dan orang yang disita. Dalam hal barang yang disita pun tentu ada prosedur (SOP) barang yang layak dan tidak layak untuk disita.

DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, Djoko. 2017. “Ketentuan Umum Perpajakan”. Yogyakarta. CV. Andi Offset.


Komentar

Postingan Populer