Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara besar di Asia Tenggara dan juga negara Indonesia merupakan negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang memiliki tingkat populasi penduduk yang tinggi sehingga perekonomian di Indonesia harus selalu baik guna dapat meningkatkan taraf hidup penduduknya. Semakin banyaknya bermunculan pelaku-pelaku bisnis baru maka dipastikan makin ketatnya persaingan diantara pelaku bisnis tersebut, sehingga diharapkan terjadinya pembangunan dalam bidang ekonomi yang mengarah terwujud kesejahtraan rakyat.
Sejak dahulu juga masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat senang dan mudah gotong-royong Terkadang tindakan bersaing atau berkompetisi secara tidak sehat tidak memiliki tempat di masyarakat kita suka bergotong-royong. Namun pada kenyataannya, pada era globalisasi dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membuat semakin banyak pelaku usaha berlomba-lomba meningkatkan taraf hidup masing-masing, semakin banyak timbul persaingan usaha yang tidak sehat. Salah satu hal yang terjadi mengenai timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat contohnya para pengusaha yang dekat dengan atau memiliki koneksi dengan elit kekuasaan memiliki kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak kesenjangan sosial. Munculnya sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung dengan semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan perekonomian menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing secara sehat.

Melihat kondisi tersebut diatas, kita dituntut untuk mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia yang sudah tidak sesuai dengan cita-cita dan tujuan perekonomian Indonesia yaitu yang tertera dalam Undang-undang no.5 tahun 1999 yaitu tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, agar dunia usaha dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat dan benar sehingga terciptanya iklim persaingan yang sehat sehingga terhindar dari bentuk praktek monopoli dan persaingan tidak sehat.
1.2 perumusan masalah
Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian monopoli dan persaingan tidak sehat ?.
2.      Apa dasar larangan persaingan tidak sehat?.
3.      Bagaimana larangan persainga tidak sehat dalam undang-undang?.






BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

            Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002).

            Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli”. Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, dimana di pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pengaturan mengenai persaingan usaha tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum dan pasal 382 bis KUH pidana.
Berdasarkan rumusan Pasal 382 bis KUH Pidana, seseorang dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus ribu rupiah atas tindakan persaingan curang bila memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
  1. Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang.
  2. Perbuatan persaingan curang dilakukan dalam rangka mendapatkan, melangsungkan, dan memperluas hasil dagangan atau perusahaan.
  3. Perusahaan, baik milik pelaku maupun perusahaan lain, diuntungkan karena persaingan curang tersebut.
  4. Perbuatan persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu.
  5. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut menimbulkan kerugian bagi konkruennya dari orang lain yang diuntungkan dengan perbuatan pelaku.

            Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang-perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kengiatan usaha dalam bidang ekonomi.
            Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha dapat dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi atau pemasaran barang atau jasa, jika kelompok usaha menguasai lebih dari 75% pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Dengan demikian praktik monopoli harus dibuktikan dahulu adanya unsur yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan kepentingan umum. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambatan persaingan usaha.
2.2 prinsip dasar larangan persaingan usaha tidak sehat
Persaingan usaha tidak sehat diatur dalam undang-undang nomor 5 tahun 1999. Dasar pertimbangan lahirnya undang-undang ini :
a.       Bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar 1945
b.      Bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga Negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar.
c.       Bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia  terhadap perjanjian-perjanjian internasiaonal.
d.      Bahwa untuk mewujudkan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, atas usul inisiatif  Dewan Perwakilan Rakyat perlu disusun.
Dengan demikian filosofi dikeluarkannya undang-undang ini yang paling prinsip adalah untuk mengatur  jalannya demokrasi di bidang ekonomi agar semua warga Negara diberi kesempatan untuk melakukan usaha. Di samping juga untuk menciptakan situasi yang kondusif demi terciptanya persaingan usaha yang sehat dan wajar sehingga tidak menimbulkan permusuhan kekuatan ekonomi hanya pada pelaku usaha tertentu. Dengan kata lain, undang-undang ini berupaya mengantisipasi agar dalam dunia usaha tidak terjadi praktik monopoli dan menciptakan iklim usaha yang fair dan sehat.
Dalam undang-undang ini, monopoli dimaksudkan sebagai penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha dan/atau kelompok pelaku usaha (pasal 1). Sedangkan praktik monopoli dimaksudkan sebagai pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum (pasal 1). Dengan demikian persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara yang tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

2.3 Larangan persaingan usaha tidak sehat dalam undang-undang
     Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5 tahun 1999 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5 Tahun 1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan ” tersebut.
Dibeberapa negara, hukum persaingan dikenal dengan istilah, “Antitrust Laws” atau antimonopoli. Di Indonesia istilah yang sering digunakan adalah hukum persaingan atau anti monopoli. Di Indonesia hukum anti monopoli diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan prakek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Undang-undang ini merupakan pengaturan secara khusus dan komprehensif yang berkaitan dengan persaingan antar pelaku usaha.
Munculnya persaingan menjadikan setiap pelaku pasar dituntut untuk terus menemukan metode produksi yang baru untuk memperbaiki kualitas dan harga barang maupun jasa yang dihasilkannya, sehingga terciptalah efisiensi ekonomi, yang berarti pelaku usaha dapat menjual barang dengan harga yang wajar. Hukum persaingan diciptakan dalam rangka mendukung terbentuknya sistem ekonomi pasar, agar persaingan antar pelaku usaha dapat tetap hidup dan berlangsung secara sehat, sehingga konsumen dapat terlindungi dari ajang ekploitasi bisnis.
Pada tanggal 5 Maret 1999 telah diundangkan Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-undang Anti Monopoli). Pasal 3 Undang-undang tersebut menyatakan bahwa tujuan pembentukan Undang-undang ini adalah untuk :
  1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
  2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui persaingan usaha yang sehat sehinggan menjamin adanya kepastian kesempatan yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil,
  3. Mencegah praktek monopoli atau praktek usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha,
  4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
Sehubungan dengan lahirnya Undang-undang no.5 tahun 1999 maka Indonesia harus menata kembali kerangka perekonomiannya, yang selama 32 tahun terpola seperti yang diinginkan oleh Pemerintah Orde Baru, dimana perekonomian Indonesia bergantung sepenuhnya pada kebijakan penguasa pada saat itu.
Marshall C. Howard berpendapat bahwa persaingan merupakan istilah umum yang dapat digunakan untuk segala sumber daya yang ada. Persaingan adalah “jantungnya” ekonomi pasar bebas. Menurut teori, suatu sistem ekonomi pasar bebas memiliki ciri : adanya persaingan, bebas dari segala hambatan, tersedianya sumber daya yang optimal. Dengan adanya persaingan, pelaku usaha dipaksa untuk menghasilkan produk-produk berkualitas.
Dalam upaya merebut konsumen sebanyak-banyaknya pelaku usaha yang menghasilkan barang selalu berusaha memperbaiki mutu barang sejenis agar lebih laku dipasaran. Dalam menghadapi persaingan, pelaku usaha selalu berusaha melakukan diversifikasi dan ekstensifikasi usaha, oleh karena itu tidak mengherankan apabila pelaku usaha berhasrat menguasai berbagai sektor industri strategis, mulai dari industri hulu hingga hilir, sehingga salah satu dampak negatif dari persaingan adalah kepemilikan suatu usaha berada dalam satu tangan (konglomerat) sehingga ia bisa mengendalikan pasar yang akhirnya akan mengarah pada iklim persaingan yang tidak sehat.
Membahas mengenai hukum persaingan yang merupakan salah satu bagian dari hukum ekonomi, tentu tidak akan lepas dari pembahasan dari mengenai Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang berfungsi sebagai panduan normatif dalam menyusun kebijakan-kebijakan ekonomi nasional. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 tersirat bahwa tujuan pembangunan ekonomi yang hendak dicapai haruslah berdasarkan kepada demokrasi yang bersifat kerakyatan yaitu adanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, melindungi kepentingan rakyat melalui pendekatan kesejahteraan dengan membiarkan mekanisme pasar berjalan dengan bebas, memberikan petunjuk bahwa jalannya perekonomian nasional tidak diserahkan begitu saja kepada pasar, tetapi memerlukan peaturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya perekonomian nasional.
Pengaturan perekonomian dengan perundang-undangan tujuannya adalah untuk menciptakan struktur ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pengaturan tersebut untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal sebagai berikut :
  1. Sistem Free Fight Liberalism yang dapat menumbuhkan eksploitasi manusia dan bangsa lain, yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan kelemahan struktur ekonomi nasional dalam posisi Indonesia dalam percaturan ekonomi dunia.
  2. Sistem etatisme dalam arti bahwa negara berserta aparatur ekonomi Negara bersifat dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor negara.
  3. Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan social.
Praktek monopoli akan terjadi bila :
  1. Monopoli diberikan kepada satu atau beberapa perusahaan tertentu saja, tanpa melalui Undang-undang.
  2. Monopoli atau kedudukan monopolistik diperoleh dari kerjasama antara dua atau lebih organisasi sejenis baik dalam bentuk pengaturan persaingan diantara mereka sendiri maupun dalam bentuk peleburan atau fusi.































BAB III
3.1 Simpulan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang-perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kengiatan usaha dalam bidang ekonomi.
            Demikian pula dalam praktik persaingan usaha yang tidak sehat jelas akan mengundang beragam modus kelicikan untuk menjatuhkan kompetitor yang dianggap sebagai rival bisnisnya. Dalam praktiknya tidak jarang kelicikan itu menentang hukum yang berlaku (kontra produksi) yang bisa mengancam kesinambungan orang lain. Dan tidak jarang pula siapa pun yang lemah dan kalah bersaing pada akhirnya bisnis mereka akan mati.
            Oleh karena telah terjadi penzaliman (kejahatan) itulah maka perlu ditegakkan hukum yang berlaku agar tidak merugikan banyak pihak karena pada dasarnya mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama dimuka hukum. Menurut hukum syara’ (islam) berbuat jahat haram hukumannya, sehingga pelakunya berdosa dan kelak patut mendapat hukuman di sisi hakim Yang Maha Adil dan Bijaksana yaitu Allah swt.


















Daftar pustaka
http://rischaandriana.blogspot.com/2012/04/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html

http://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/anti-monopoli-dan-persaingan-tidak-sehat/


Komentar

Postingan Populer