Asas perpajakan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan masyarakat, ada hubungan interaksi baik antara individu dengan kelompok ataupun individu dengan individu, dan selalu ada peraturan yang mengikatnya yaitu hukum. Hukum mengatur tentang hak untuk memperoleh gaji/upah dari pekerjaan yang membawa kewajiban untuk menghasilkan barang atau jasa atau untuk bekerja.
Demikian juga dengan pajak, hak untuk mencari dan memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya membawa kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari penghasilan tersebut kepada negara, dalam rangka untuk membantu negara dalam meninggikan kesejahteraan umum. Begitu pula hak untuk memperoleh dan memiliki bangunan, mobil dan barang lainnya membawa kewajiban untuk menyumbang kepada negara.
Dari hal tersebut, tentunya negara juga membutuhkan dasar-dasar pemungutan pajak yang dijadikan landasan bagi negara memungut pajak kepada masyarakat ataupun kelompok. Tetapi terkadang dasar-dasar tersebut menjadi kontropersi dengan pandangan para ahli dan masryarakat yang berujung kepada dampak negatif, seperti masyarakat enggan untuk membayar pajak kepada negara, manipulasi data keuangan dalam perusahaan,  konglomerat yang menginvestasikan hartanya diluar negri agar tidak kena pajak. Itu semua menjadi permasalahan bagi negara dalam merancang dasar-dasar pemungutan pajak, serta dalam mensosialisasikanya kepada masyarakat. Supaya lapisan masyrakat baik dari lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas dapat mengetahui dan memahami serta munculnya kesadaran untuk mentaati peraturan tersebut.
Dengan latar belakang tersebut, maka makalah ini akan membahas apa saja asas-asas pengenaan pajak, pandangan para ahli terhadap asas-asas pemungutan pajak, serta bagaimana asas-asas pemungutan pajak di Indonesia.



B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami paparkan dalam makalah ini yakni:
1. Apasaja Itu Asas – Asas Pengenaan Pajak ?
2. Bagaimana Pandangan Para Ahli Mengenai Asas – Asas Pemungutan Pajak ?
3. Apasaja Asas – Asas Pemungutan Pajak Di Indonesia ?

C. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur dari mata kuliah Perpajakan, selain itu juga makalah ini bertujuan untuk memberikan suatu pemaparan yang lebih jelas yakni:
1. Mengetahui Apa Itu Asas – Asas Pengenaan Pajak
2. Mengetahui Bagaimana Pandangan Para Ahli Mengenai Asas – Asas Pemungutan Pajak
3. Mengetahui Tentang Apasaja Asas – Asas Pemungutan Pajak Yang Ada Di Indonesia

.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.  Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1. Asas Domisili Atau Disebut Juga Asas Kependudukan (Domicile/Residence Principle)
Berdasarkan asas ini  Negara berhak mengenakan pajak atas seluru penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.  Asas ini  mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
2. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.  Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu.  Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle)
Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income. Pengenaan pajak di hubungkan dengan kebangsaan suatu negara, misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.

Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.
B. Asas Pemungutan Pajak Menurut Pendapat Para Ahli
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
1. Adam Smith, pencetus teori The Four Maxims
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
a. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
b. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
c. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
d. Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen,
Asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
a. Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
b. Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
c. Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
d. Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
e. Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
3. Menurut Adolf Wagner
Asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
a. Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
a. Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
b. Asas keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
c. Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
d. Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.

C. Asas-asas Pemungutan Pajak Di Indonesia
Dalam pelaksanaan pemungutan pajak dikenal adanya asas - asas pelaksanaan pemungutan pajak, tata cara pemungutan pajak dan sistem pemungutan pajak. Asas-asas pelaksanaan pemungutan pajak dapat dijumpai adanya beberapa asas, yaitu : asas yuridis, asas ekonomis, asas umum dan merata, asas domisili, asas sumber, asas kebangsaan, asas waktu, asas rentabilitas dan asas resiprositas. 
1. Asas Yuridis 
Asas ini mensyaratkan bahwa pemungutan pajak harus berdasar undang-undang, artinya pemungutan pajak tersebut harus terlebih dulu mendapat persetujuan rakyat (melalui wakil-wakil rakyat).  Di Indonesia hal tersebut tertuang dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi : “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”, yang setelah dilakukan amandemen ketiga Undang Undang Dasar 1945 selanjutnya dicantumkan dalam Pasal 23 A, yang berbunyi : “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”. Jadi ketentuan-ketentuan  tersebut (khususnya yang terbaru yaitu Pasal 23 A) dapat dikatakan merupakan  sumber hukum formal dari pajak.  Selain itu pemungutan pajak di Indonesia juga diatur oleh beberapa undang-undang, yaitu:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang Berlaku di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Undang-undang tentang perpajakan menurut Adam Smith harus memenuhi syarat-syarat yaitu syarat yuridis, syarat ekonomis, syarat finansial, dan syarat sosiologis.  Syarat yuridis mengharuskan bahwa undang-undang pajak yang menjadi dasar pelaksanaan perpajakan harus memberikan kepastian hukum, memberikan keadilan, dan juga harus memberikan manfaat. 
Syarat ekonomis mensyaratkan bahwa pemerintah dalam memungut pajak harus benar-benar memperhatikan dampak ekonomi pada individu, jangan sampai pajak merupakan beban bagi individu atau warga masyarakat. Syarat finansial mensyaratkan bahwa dalam pemungutan pajak harus memberikan hasil atau cukup memberikan hasil pada kas negara, jangan sampai biaya yang digunakan untuk memungut pajak melebihi hasil dari pajak. Syarat sosiologis mensyaratkan bahwa pajak harus dipungut sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta memperhatikan keadaan dan situasi masyarakat pada waktu itu. Karena pajak adalah untuk keperluan masyarakat dan dipungut dari anggota masyarakat, maka pungutan pajak harus mendapatkan persetujuan dari masyarakat.
2. Asas Ekonomis 
Dalam asas ini disyaratkan bahwa pelaksanaan pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Pajak harus dapat dibayar dari penghasilan rakyat dan tidak boleh menghalangi usahanya dalam menuju ke kebahagiaan rakyat; 
b. Pajak tidak boleh menghalang-halangi lancarnya usaha perdagangan dan industri atau produksi; 
c. Pajak tidak boleh bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.   Kepentingan umum jangan sampai dirugikan, misalnya  bantuan terhadap bencana alam menurut saluran-saluran  tertentu yang dilakukan oleh  orang-orang atau badan  dapat dianggap sebagai pengeluaran yang dapat  dipergunakan untuk mengurangi jumlah penghasilannya  dalam rangka menghitung penghasilan bersih.

3. Asas Umum dan Merata  Umum
Asas ini artinya adalah bahwa dalam asas ini menyatakan bahwa pemungutan pajak harus dikenakan kepada semua orang (yang memenuhi syarat) tanpa pandang bulu dan dan merata artinya tekanan beban pajaknya sama (sesuai dengan kemampuan masing- masing wajib pajak).
4. Asas Domisili
Asas ini memberikan kewenangan kepada negara untuk memungut pajak kepada Wajib Pajak (tax payer) yang bertempat tinggal di wilayahnya. Dengan kata lain pemungutan pajak didasarkan atas tempat tinggal atau domisili Wajib Pajak. Misalnya, apabila seorang Warga Negara Indonesia (WNI) memperoleh penghasilan dari Indonesia dan dari luar Indonesia maka pemerintah Indonesia berwenang memungut pajak kepada WNI yang bersangkutan baik atas penghasilan yang diperoleh dari Indonesia maupun dari luar tersebut.
5. Asas Sumber 
Asas ini memberikan kewenangan kepada negara asal sumber pendapatan yang diperoleh oleh Wajib Pajak. Dengan kata lain pemungutan pajak didasarkan atas letak sumber pendapatan yang  diperoleh tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Misalnya, jika seorang  Warga Negara Asing (WNA) memperoleh penghasilan dari  Indonesia, maka berdasar atas asas ini pemerintah Indonesia berwenang memungut pajak kepada WNA tersebut.
6. Asas Kebangsaan 
Asas kebangsaan ini menghubungkan pengenaan pajak dengan  kebangsaan dari suatu negara sehingga pengenaan/ pemungutan pajak didasarkan atas kebangsaan Wajib Pajak.   Asas ini mengandung dua arti yaitu : 
a. Dalam arti aktif ; artinya negara berwenang memungut pajak kepada semua warga negaranya dimana pun berada. 
b. Dalam arti pasif ; artinya negara berwenang untuk memungut pajak terhadap warga negara asing yang tinggal di wilayah negaranya.

7. Asas Waktu 
Asas ini mensyaratkan bahwa pemungutan pajak harus dilakukan pada saat Wajib Pajak dalam keadaan mampu membayar pajak. Misalnya, memungut pajak pada saat rakyat menikmati panen atau saat wajib pajak yang berstatus  pegawai mendapat gaji, jangan memungut pajak saat rakyat dalam keadaan paceklik.
8. Asas Rentabilitas 
Asas ini mensyaratkan bahwa biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih besar dari pajaknya, atau dengan kata lain pemungutan pajak harus memberikan hasil. Salah satu fungsi pajak adalah fungsi budgetair atau fungsi keuangan, yaitu untuk mendapatkan keuangan yang sebesar-besarnya bagi negara, sehingga jika pemungutan pajak akan merugikan negara atau tidak menghasilkan, maka pemungutan pajak tidak perlu dilakukan.
9. Asas Resiprositas 
Asas ini menyatakan bahwa negara memberikan kebebasan subyektif dengan syarat timbal balik. Misalnya, duta besar suatu negara yang berada di Indonesia dapat dibebaskan membayar pajak tertentu dengan syarat bahwa negara dari duta besar tersebut juga membebaskan duta besar Indonesia di negara sahabat tersebut.
10. The Four Maxims 
Di samping asas-asas tersebut, agar pemungutan pajak itu dirasa adil, maka peraturan pajaknya juga harus adil. Agar peraturan pajak adil, menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations peraturan pajak harus memenuhi 4 syarat, yaitu: 
a. Equity dan Equality   Equity adalah kepatutan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, sedangkan Equality atau kesamaan  mengandung arti bahwa dalam keadaan yang sama atau orang yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama. 
b. Certainty : artinya ada kepastian hukum, harus jelas  subjek, objek, dan tarip pajaknya.
c. Convenience of Payment : artinya pajak harus dipungut pada saat yang tepat, saat yang paling baik bagi wajib pajak.
d. Efisiensy / Economics of Collection : artinya pemungutan pajak harus memberikan hasil, dilakukan dengan sehemat- hematnya dan jangan sampai biaya pemungutan melebihi pemasukan pajaknya.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
A. Asas Pengenaan Pajak
Suatu negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Seperti di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Yang tujuan akhirnya untuk kesejahteraan umum.
B. Asas Pemungutan Pajak Menurut Pendapat Para Ahli
Pemungutan pajak harus dilakukan dengan menimbang berbagai aspek, serta harus dilakukan oleh negara, serta harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. Supaya titik keseimbangannya tercapai.
C. Asas-asas Pemungutan Pajak Di Indonesia
Asas-asas pelaksanaan pemungutan pajak di Indonesia dapat dijumpai dengan adanya beberapa asas, yaitu : asas yuridis, asas ekonomis, asas umum dan merata, asas domisili, asas sumber, asas kebangsaan, asas waktu, asas rentabilitas dan asas resiprositas. Yang keseluruhannya di atur dalam undang-undang 1945.

Komentar

Postingan Populer