KETENAGA KERJAAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Negara – negara berkembang pada umumnya memiliki
tingkat pengangguran yang jauh lebih tinggi, dari angka resmi yang dikeluarkan
oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena ukuran sektor informal masih cukup
besar sebagai salah satu lapangan nafkah bagi tenaga kerja tidak terdidik.
Sektor informal tersebut dianggap sebagai katup pengaman bagi pengangguran.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini
sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah
pengangguran dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah
dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang
tinggi merupakan pemborosan-pemborosan sumber daya dan potensi yang ada,
menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal dan dapat menghambat pembangunan
dalam jangka panjang.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Tenaga Kerja ?
2.
Apa saja klasifikasi tenaga kerja ?
3.
Apa pengertian Kesempatan Kerja ?
4.
Bagaimana kebijakan ketanagakerjaan ?
5.
Apa saja jenis-jenis pengangguran ?
6.
Bagaimana hukum ketenagakerjaan di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Tenaga Kerja
2.
Untuk mengetahui klasifikasi tenaga kerja
3.
Untuk mengetahui apa itu kesempatan kerja
4.
Untuk mengetahui kebiakan ketanagakerjaan
5.
Untuk mengetahui jenis-jenis pengangguran
6.
Untuk mengetahui hukum ketenagakerjaan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tenaga Kerja
Tenaga kerja
merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003
Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk
suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah
memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur
15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja
disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para
tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang
menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun
karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.
1. Klasifikasi
Tenaga Kerja adalah
sebagi berikut:
a. Berdasarkan
penduduknya
1. Tenaga
kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup
bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja,
mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara
15 tahun sampai dengan 64 tahun.
2. Bukan
tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja,
meskipun ada permintaan bekerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13
Tahun 2003, mereka adalah penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di
bawah 15 tahun dan berusia di atas 64 tahun. Contoh kelompok ini adalah para
pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan anak-anak.
b. Berdasarkan
batas kerja
1. Angkatan
kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah
mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif
mencari pekerjaan.
2. Bukan
angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas yang kegiatannya
hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya. Contoh kelompok ini
adalah: anak sekolah dan mahasiswa, para ibu
rumah tangga dan orang cacat, dan para pengangguran sukarela
c. Berdasarkan
kualitasnya
1. Tenaga
kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran
dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal.
Contohnya: pengacara, dokter, guru, dan lain-lain.
2. Tenaga
kerja terlatih adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam bidang
tertentudengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan
latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut.
Contohnya: apoteker, ahli
bedah, mekanik, dan lain-lain.
3. Tenaga
kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya
mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga,
dan sebagainya
a. Pengertian
Kesempatan Kerja
Secara umum,
kesempatan kerja adalah suatu keadaan yang mencerminkan seberapa jumlah dari
total angkatan kerja yang dapat diserap atau ikut serta secara aktif dalam
kegiatan perekonomian. Selain itu kesempatan kerja juga dapat diartikan sebagai
jumlah penduduk yang bekerja atau orang yang sudah memperoleh pekerjaan,
semakin banyak orang yang bekerja semakin luas kesempatan kerja.
Kesempatan kerja
dimaknai sebagai lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja
akibat dari suatu kegiatan ekonomi atau produksi. Dengan demikian pengertian
kesempatan kerja nyata mencakup lapangan pekerjaan yang masih lowong.
Kesempatan kerja nyata bisa juga dilihat dari jumlah lapangan pekerjaan
yang tersedia, yang tercermin dari jumlah penduduk usia kerja (15 tahun) ke
atas yang bekerja (Sapsuha, 2009).
Kesempatan kerja merupakan
partisipasi seseorang dalam pembangunan baik dalam arti memikul beban
pembangunan maupun dalam menerima kembali hasil pembangunan. Dari definisi
tersebut, maka kesempatan kerja dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :
Kesempatan kerja permanen, yaitu
kesempatan kerja yang memungkinkan orang bekerja secara terus menerus sampai
mereka pensiun atau tidak mampu lagi untuk bekerja. Dimisalkan orang yang
bekerja pada instansi pemerintah atau swasta yang mempunyai jaminan sosial
hingga tua dan tidak bekerja di tempat lain.
Kesempatan kerja
temporer, adalah kesempatan kerja yang memungkinkan orang bekerja dalam waktu
yang relatif singkat, kemudian menganggur untuk menunggu kesempatan kerja yang
baru. Dalam hal ini dimisalkan pegawai lepas pada perusahaan swasta di mana
pekerjaan mereka tergantung pesanan.
b. Pendidikan dan Latihan
Pendidikan dan
latihan dipandang sebagai suatu investasi di bidang sumber daya manusia yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dari tenaga kerja. Oleh karena itu
pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor penting dalam organisasi
perusahaan. Pentingnya pendidikan dan latihan disamping berkaitan dengan
berbagai dinamika (perubahan) yang terjadi dalam lingkungan perusahaan, seperti
perubahan produksi, teknologi, dan tenaga kerja, juga berkaitan dengan manfaat
yang dapat dirasakannya. Manfaat tersebut antara lain: meningkatnya
produktivitas perusahaan, moral dan disiplin kerja, memudahkan pengawasan, dan menstabilkan
tenaga kerja.
Agar penyelenggaraan
pendidikan dan latihan berhasil secara efektif dan efisien, maka ada 5 (lima)
hal yang harus di pahami, yaitu 1) adanya perbedaan individual, 2) berhubungan
dengan analisa pekerjaan, 3) motivasi, 4) pemilihan peserta didik, dan 5)
pemilihan metode yang tepat.
Pendidikan dan
latihan bagi tenaga kerja dapat diklasifikasikan kepada dua kelompok, pertama,
yakni pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja yang termasuk kepada kelompok
tenaga kerja operasional, kedua, pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja yang
termasuk kepada kelompok tenaga kerja yang menduduki jabatan manajerial. Untuk
masing-masing kelompok tenaga kerja tersebut diperlukan metode pendidikan yang
berbeda satu sama lain.
c. Kebijakan
ketanagakerjaan
Dalam
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terdapat empat
kebijakan pokok yang terkait dengan perlindungan tenaga kerja dan perluasan
kesempatan kerja yaitu:
a. Kebijakan Upah
Minimum
Pengaturan
mengenai upah minimum dijelaskan pada pasal 88 – 90. Dalam pasal-pasal tersebut
dinyatakan bahwa salah satu komponen/kebijakan pengupahan adalah upah minimum
(pasal 88). Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup
layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi (pasal
88). Upah minimum ditetapkan berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota
serta berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (pasal 89).
Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum dan bagi
pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum tersebut dapat dilakukan
penangguhan (pasal 90).
Jika
diterapkan secara proporsional, kebijakan upah minimum bermanfaat dalam
melindungi kelompok kerja marjinal yang tidak terorganisasi di sektor modern.
Namun demikian, kenaikan upah minimum yang tinggi dalam kondisi pertumbuhan
ekonomi yang rendah di Indonesia belakangan ini telah berdampak pada turunnya
keunggulan komparatif industri-industri padat karya, yang pada gilirannya
menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja akibat berkurangnya aktivitas
produksi.
b. Kebijakan PHK
dan Pembayaran Uang Pesangon
Pengaturan
mengenai PHK dan pembayaran uang pesangon dijelaskan pada Bab XII pada pasal
150 – 172. PHK hanya dapat dilakukan perusahaan atas perundingan dengan serikat
pekerja (pasal 151), dan jika dari perundingan tersebut tidak mendapatkan
persetujuan maka permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara
tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai
alasan yang mendasarinya (pasal 152). Selanjutnya dalam pasal 153-155
dijelaskan alasan-alasan yang diperbolehkannya PHK dan alasan-alasan tidak
diperbolehkannya PHK.
Aturan
PHK yang diberlakukan pada UU ini telah mempersulit dan menimbulkan biaya
tinggi bagi perusahaan untuk memberhentikan pekerja karena setiap kasus
pengurangan pekerja wajib diajukan kepada pemerintah agar dikeluarkan izinnya.
Tidak terdapat kewenangan manajemen dalam memutuskan penerimaan dan pemecatan
karyawan.
Undang-Undang
Ketenagakerjaan hendaknya memberikan kewenangan kepada manajemen dalam memutuskan
penerimaan dan pemecatan karyawan, tergantung pada pelaksanaan kontrak,
negosiasi bipartit terhadap keadaan yang menyebabkan terjadinya PHK yang tidak
adil, dan kerangka hukum yang memungkinkan pekerja dan serikat pekerja naik
banding ke lembaga penyelesaian perselisihan industrial. Sekalipun dalam UU
Ketenagakerjaan keputusan dilakukannya PHK harus didasarkan pada alasan yang
jelas, persetujuan terlebih dahulu untuk melakukan PHK tidak diwajibkan oleh
standar ketenagakerjaan internasional dan tidak diatur oleh sebagian besar
undang- undang ketenagakerjaan modern. Persetujuan terlebih dahulu hendaknya
hanya diwajibkan oleh UU untuk kategori kelompok pekerja tertentu yang rawan
pemecatan seperti misalnya pengurus serikat pekerja.
Jika
terjadi PHK perusahaan diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima (pasal
156). Dalam pasal tersebut juga dirincikan besarnya uang pesangon/penghargaan
tersebut.
Pada
pasal 158 dinyatakan bahwa pengusaha tidak wajib pemberi kerja membayar uang
pesangon atau uang penghargaan masa kerja kepada pekerja yang mengundurkan diri
secara sukarela atau dipecat karena pelanggaran berat (misalnya, pencurian atau
melakukan kekerasan di tempat kerja). Namun, pengusaha diwajibkan membayar
“uang pisah” kepada pekerja yang mengundurkan diri secara sukarela atau dipecat
karena pelanggaran berat, yang besarannya ditetapkan melalui proses perundingan
bersama.
Terkait
dengan aturan mengenai uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja, Widianto
(2006) mengemukakan UU ini telah menaikkan tingkat uang pesangon sebesar antara
19% sampai 63% bagi pekerja yang masa kerjanya mencapai lima tahun atau lebih.
Tingkat uang pesangon yang baru tersebut termasuk tertinggi di kawasan Asia,
khususnya untuk pesangon yang diberikan kepada pekerja yang terkena PHK karena
pengurangan karyawan .
Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan ketentuan pesangon ini:
1. Biaya pesangon meningkat pesat dari waktu ke waktu,
baik terkait dengan peningkatan besaran uang pesangon maupun melalui kenaikan
upah minimum yang tinggi. Peningkatan besarnya uang pesangon meningkatkan
insentif bagi pekerja untuk menjadikan dirinya dipecat dengan melakukan
pelanggaran ringan pada setiap waktu tertentu.
2. Diberlakukannya uang pesangon yang tinggi dapat
dianggap sebagai pajak di bidang ketenagakerjaan. Karena pemberi kerja harus
membayar uang pesangon secara lump sum pada saat pekerja dikeluarkan atau saat
terjadi pengurangan karyawan, maka uang pesangon dapat dianggap sebagai pajak
atas pemecatan dan penerimaan karyawan baru, yang dapat mengurangi lapangan
pekerjaan di sektor modern dalam jangka panjang.
3. Uang pesangon berkaitan langsung dengan masa kerja
pekerja di perusahaan. Hal ini menciptakan distorsi dalam pasar kerja.
Misalnya, perusahaan akan cenderung mempertahankan para pekerja yang lebih tua
usianya, walaupun mereka kurang produktif dibandingkan yang jauh lebih muda
karena biaya yang harus dikeluarkan untuk memecat pekerja yang lebih tua lebih
mahal. Dengan cara demikian, struktur uang pesangon saat ini berpotensi
menghambat bagi penempatan pekerja usia muda sebagai pekerja.
4. Mengaitkan uang pesangon dengan masa kerja juga
mengurangi insentif pemberi kerja untuk berinvestasi dalam SDM (human capital)
terutama jika keahlian yang diperlukan merupakan keahlian khusus. Alasannya
adalah bahwa pembayaran uang pesangon mendorong pekerja tersebut untuk berganti
pekerjaan dan ini akan merupakan biaya besar bagi perusahaan sehingga dalam
jangka panjang perusahaan kehilangan insentif untuk berinvestasi bagi
pekerjanya.
5. Besarnya uang pesangon mendorong timbulnya
perselisihan industrial karena kebanyakan perusahaan tidak menyiapkan diri
untuk melakukan pembayaran uang pesangon, sehingga pekerja mempunyai inisiatif
untuk menunggu dipecat daripada mengundurkan diri secara sukarela walaupun
pekerja sudah tidak produktif lagi.
B. Kebijakan Hubungan Kerja
Dalam
pasal 56 dinyatakan perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau
untuk waktu tidak tertentu. Selanjutnya, pada pasal 59 dinyatakan perjanjian
kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu, yaitu :
1. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara
sifatnya
2. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam
waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun
3. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap.
Undang-undang
ini juga mengatur berbagai persyaratan penggunaan tenaga kerja dan pemborongan
produk dari luar perusahaan. Penggunaan pekerja kontrak, pemborongan pekerjaan
produksi dan jasa pada pihak luar (outsourcing), dan perekrutan tenaga kerja
melalui agen penempatan tenaga kerja dibatasi hanya untuk beberapa jenis
pekerjaan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Pemborongan pekerjaan
produksi dan jasa pada pihak luar hanya diperbolehkan bagi pekerjaan yang bukan
pekerjaan utama dari perusahaan. Selanjutnya dalam konteks ini hubungan kerja
yang terjadi adalah antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh; (pasal 64 – 66).
C. Kebijakan Waktu Kerja
Terkait
dengan waktu kerja, pada pasal 76 dinyatakan adanya larangan mempekerjakan
pekerja perempuan di bawah 18 tahun dan pekerja perempuan hamil pada malam hari
(Pukul 23.00 7.00). Selanjutnya pada pasal 77 dinyatakan kewajiban perusahaan
untuk melaksanakan ketentuan waktu kerja 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan
40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu; atau b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Pengusaha
yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja berkewajiban membayar
upah lembur, tetapi harus memenuhi syarat :
1. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan
2. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak
3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu
(pasal 78).
Aturan
mengenai waktu kerja ini, secara eksplisit memberikan keterbatasan perusahaan
untuk mempekerjakan pekerja sesuai dengan kebutuhan produksi. Meskipun, misalnya
karena kekurangan bahan baku, perusahaan hanya membutuhkan masing-masing
pekerja untuk bekerja kurang dari 40 jam seminggu, tetapi perusahaan harus
tetap mempekerjakan pekerja dalam batas jam kerja tersebut. Demikian juga
misalnya, karena peningkatan permintaan yang mengharuskan perusahaan
meningkatkan produksi, perusahaan dibatasi dengan aturan tidak boleh
mempekerjakan pekerja lembur lebih dari 3 jam perharinya.
D. Jenis-jenis
Pengangguran
Pengangguran adalah
bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan
(baggi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali atau sudah pernah
bekerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari
pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan mereka yang
sudah memiliki pekerjaan tetapi belum pernah bekerja. Seseorang dikatakan
sebagai pengangguran apabila memenuhi salah satu unsure, sebagai berikut: tidak
bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha baru, tidak
mempunyai pekerjaan, sudah mendapat pekerjaan tetapi belum mulai tetapi belum
mulai bekerja.
Penyebab Pengangguran:
1. Menurunnya
permintaan tenaga kerja
2. Adanya
kemajuan teknologi
3. Kelemahan
dalam pasar tenaga kerja
4. Jumlah
lapangan pekerjaan yang terbatas
5. Fenomena
PHK
6. Kualitas
tenaga kerja yang relative rendah
7. Kurang
sesuai kemampuan tenaga kerja dengan pekerjaan
8. Persebaran
tenaga kerja tidak merata
9. Serangan
tenaga kerja asing
10. Rendahnya upah yang diterima oleh tenaga
kerja
Jenis-jenis pengangguran menurut
ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
a.
Pengangguran terbuka (Open
Unemployment), adalah pengangguran yang terjadi karena pertambahan
pekerjaan lebih rendah daripada pertambahan tenaga kerja.dikarenakan kegiatan ekonomi
yang menurun, kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga manusia atau
kemunduran perkembangan suatu industry.
b.
Pengangguran tersembunyi
(Disguised Unempluyment), adalah pengangguran yang terjadi karena terlalu
banyaknya tenaga kerja untuk satu unut pekerjaan, padahal dengan mengurangi
tenaga kerja sampai jumlah tertentu tidak akan mengurangi jumlah
produksi. Terjadi disektor pertanian atau jasa. Contohnya: anggota keluarga
yang besar mengerjakan luas tanah yang sangat sempit.
c.
Pengangguran musiman,adalah
pengangguran yang terjadi pada waktu tertentu di dalam satu tahun, terjadi di
sector pertanian dan perikanan. Pengangguran musiman berlaku pada waktu dimana
kegiatan bercocok tanam sedang menurun kesibukannya, pada periode tersebut
petani dan tenaga kerja di sector pertanian tidak melakukan pekerjaan. Jenis
pengangguran ini hanya sementara. Cara mengatasi pengangguran musiman adalah:
pemberian informasi yang cepat jika lowongan kerja di sector lain dan melakukan
pelatihan di bidang keterampilan untuk memanfaatkan waktu ketiga menunggu musim
tertentu.
d.
Setengah menganggur (Under
Employment), pertambahan penduduknya yang cepat telah menimbulkan percepatan
dalam proses urbanisasi. Banyak di antara mereka yang menganggur sepenuh waktu
dan ada pula yang mereka tidak yang menganggur, tetapi pula bekerja tidak
sepenuh waktu, dan jam kerja mereka lebih rendah dari jam kerja normal.
Menurut faktor penyebabnya adalah
sebagi berikut
a. Pengangguran
Friksional (Frictional Unemployment),adalah pengangguran yang
sifatnya sementara disebabkan adanya kendala waktu, informasi, dan kondisi
antara pencari kerja dan pembuka lamaran pekerjaan. Pengangguran tidak
ada pekerjaan bukan karena tidak memperoleh pekerjaan, melainkan karena sedang
mencari pekerjaan lain yang lebih tinggi. Dalam proses mencari pekerjaan baru
ini sementara pekerja tersebut tergolong sebagai penganggur. Cara mengatasi
pengangguran Friksional adalah: perluasan kesempatan kerja dengan cara
mendirikan industry baru yang bersifat padat karya; deregulasi
(penyederhanaan administrasi) dan debirokratisasi (penyederhanaan peraturan) di
berbagai bidang industry; menggalakkan pengembangan sector informal;
menggalakan program transmigrasi; pembukaan proyek umum oleh pemerintah.
b. Pengangguran
Siklikal (Cyclical Unemployment),diakibatkan oleh perubahan dalam
tingkat kegiatan perekonomian. Perekonomian tidak selalu berkembang dengan
pesat. Adakalanya permintaan agregat lebih tinggi dan hal ini mendorong
pengusaha menaikkan produksi untuk itu lebih banyak pekerja baru digunakan dan
pengangguran berkurang. Akan tetapi, pada masa lainnya permintaan agregat
(menyeluruh) mengalami penurunan. Kemunduran ini menimbulkan efek pada
perusahan lain yang mempunyai hubungan juga akan mengalami kemerosotan dalam
permintaan terhadap produksinya. Kemerosotan permintaan agregat ini
mengakibatkan perusahan mengurangi pekerja atau menutup perusahaannya. Cara
mengatasi pengangguran siklikal adalah mengarahkan permintaan terhadap barang
dan jasa; meningkatkan daya beli masyarakat.
c. Pengangguran
structural (Structural Unemployment), adalah pengangguran yang
diakibatkan oleh perubahan struktur kegiatan ekonomi. Tidak semua industry dan
perusahaan dalam perekonomian akan terus berkembang maju sebagian akan
mengalami kemunduran. Kemorosotan itu akan menyebabkan kegiatan produksi dalam
industry tersebut menurun, dan sebagian pekerja terpaksa diberhentikan dan
menjadi pengangguran. Cara mengatasi pengangguran struktural adalah:
peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja; segera memindahkan kelebihan
tenaga kerjadari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sector ekonomi
yang kekurangan; mengadakan pelatihan kerja untuk mengisi formasi kesempatan
(lowongan) kerja yang kosong; segera mendirikan industry padat karya.
d. Pengangguran
teknologi, adalah pengurangan yang ditimbulkan oleh penggunaan mesin dan
kemajuan teknologi lainnya. Contohnya: racun rumput telah mengurangi penggunaan
tenaga kerja untuk membersihkan perkebunan. Cara mengatasi pengangguran
teknologi adalah memberikan pelatihan kepada para pendidik agar dapat menguasai
teknologi; mengenalkan teknologi kepada anak sejak usia dini; memasukkan materi
kurikulum mengenai teknologi.
e. Pengangguran
Konjungtural (sama dengan Siklikal), adalah pengangguran yang diakibatkan oleh
perubahan dalam tingkat kegiatan, biasanya terjadi karena berkurangnya
permintaan barang dan jasa terutama pada saat resesi atau depresi. Cara
mengatasi pengangguran dengan meningkatkan daya beli masyarakat.
f. Pengangguran
Deflasioner, adalah pengangguran yang disebabkan oleh lowongan pekerjaan tidak
cukup menampung pencari kerja. Cara mengatasi pengangguran deflasioner adalah:
menarik investor baru melalui pendirian berbagai perusahan untuk menyerap
tenaga kerja.
Mengatasi Masalah Pengangguran di
Indonesia
a. Memperluas
lapangan kerja, Menurut Soemitro Djojohadikoesoemo, melalui: industry padat
karya dan penyelenggaraan proyek pekerjaan umum.
b. Mengurangi
tingkat pengangguran
1. Pemberdayaan
angkatan kerja dengan mengirimkan tenaga kerja ke Negara atau daerah yang
memerlukan.
2. Pengembangan
usaha sector informal dan usaha kecil
3. Pembinaan
generasi muda melalui kursus dan pembinaan home industry.
4. Mengadakan
program transmigrasi
5. Mendorong
badan usaha untuk proaktif dengan lembaga pendidikan
6. Mendirikan
Balai Latihan Kerja (BLK)
7. Mendorong
lembaga untuk meningkatkan skill
8. Mengefektifkan
pemberian informasi ketenaga kerjaan melalui lembaga terkait.
c. Meningkatkan
kualitas angkatan kerja dan tenaga kerja
1. Menetapkan
upah minimum regional
2. Mengikuti
setiap pekerja dalam asuransi jaminan social tenaga kerja
3. Menganjurkan
kepada setiap perusahaan untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
d. Mewajibkan
kepada setiap perusahaan untuk memenuhi hak tenaga kerja selain gaji, seperti
cuti, istirahat, dan sebagainya.
E. Upaya
Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja di Indonesia
Manusia adalah faktor
produksi yang sangat penting selain tanah, teknologi dan modal. Ada beberapa
upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja
Indonesia yaitu :
a. Mengadakan
latihan-latihan kerja bagitenaga kerja agar memiliki kemampuan kerjayang baik
b. Menyiapkan
tenaga kerja terampil dengan meningkatkan pendidikan formal bagipenduduk usia
sekolah
c. Mengadakan
pelatihan-pelatihan untukmemberikan ketrampilan kepada tenaga kerjayg sedang
mencari kerja agar dapat mengisi lowongan sesuai dgn kebutuhan pasar tenaga
kerja
d. Menyiapkan
tenaga kerja yg mampu bekerjakeras dan produktif dengan meningkatkankesehatan
melalui perbaikan gizi penduduk.
F. Hukum
Ketenagakerjaan di Indonesia
Menurut Molenaar
dalam Asikin (1993: 2) “Hukum Perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang
pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga
kerja dan tenaga kerja serta antara pengusaha dan tenaga kerja.”
Menurut Syahrani
(1999: 86) “Hukum Perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur
hubungan-hubungan perburuhan, yaitu hubungan antara buruh dengan majikan, dan
hubungan antara buruh dan majikan dengan pemerintah (pengusaha).”
Berdasarkan uraian diatas hukum
ketenagakerjaan memiliki unsur:
1. Serangkaian
peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis.
2. Mengatur
tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha.
3. Adanya
orang bekerja pada dan dibawah orang lain dengan mendapat upah sebagai balas
jasa.
4. Mengatur
perlindungan pekerja/buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil,
melahirkan, keberadaan organisasi pekerja, dan sebagainya.
G. Asas Dan
Tujuan Hukum Ketenagakerjaan
1. Asas Hukum
Ketenagakerjaan
Berdasarkan pasal 2
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa: “Pembangunan ketenagakerjaan
berlandaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.”
Selanjutnya dalam
pasal tersebut di tegaskan bahwa:“Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu,
pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil makmur, daan merata, baik materiil
maupun spritiual.”
Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa: “Pembangunan ketenagakerjaan
diselenggarakan atas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral
pusat dan daerah.”
2. Tujuan
Ketenagakerjaan
Menurut Manulang
(1995) tujuan hukum ketenagakerjaan adalah:
Untuk mencapai keadilan sosial
dalam bidang ketenagakerjaan.
Untuk melindungi tenaga kerja
terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha.
Berdasarkan ketentuan
pasal 4 UU Nomor 13 tahun 2003 pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:
1. Memberdayakan
dan mendayagunakan tenaga kerja secaraoptimal dan manusiawi.
2. Mewujudkan
pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
3. Memberika
perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.
4. Meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
Tenaga kerja adalah
penduduk dalam usia kerja (berusia 15 – 65 tahun) yang potensial dapat
memproduksi barang dan jasa. Sebelum tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan
seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas (lihat hasil Sensus Penduduk 1971,
1980 dan 1990). Namun sejak Sensus Penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan
internasional, tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15-65 tahun.
Pengangguran adalah
seseorang yang tidak atau sedang mencari pekerjaan. Kebanyakan pengangguran
terjadi karena kurangnya kualitas keterampilan yang dimiliki oleh penduduk
sehingga mereka tidak dapat bekerja.
Faktor yang
mempengaruhi kualitas penduduk diantaranya:
Tingkat pendidikan penduduk
Pendidikan merupakan
modal dasar dalam mengembangkan kemampuan intelektual seseorang. Melalui
pendidikan seseorang akan mampu meningkatkan kemampuan kognitif, efektif, dan
psikomotoriknya.
Tingkat kesehatan penduduk
Kesehatan merupakan
harta yang tak ternilai dan merupakan modal berharga bagi seseorang untuk
memulai aktifitasnya.
Tingkat kesejahteraan penduduk
Pencapain
kesejahteraan merupakan arah cita-cita setiap manusia yang ditandai dengan
terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang dan papan. Masyarakat yang telah
sejahtrera merupakan cita-cita pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Khakim,
Abdul. 2014. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
2. Benggolo.
A. Tanpa tahun. Tenaga Kerja dan Pembangunan.
Jakarta: Jasa Karya.
3. Manulang,
SH. 1995.Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.Jakarta:
Rineka Cipta.
Komentar
Posting Komentar